Senin, 21 Juni 2010

Entrepreneur : Kekuatan Tak Kasatmata

Rhenald Kasali kembali menunjukkan, ia lebih suka menulis dan berpikir "di luar kotak" (out of the box), Ini terbaca dari bukunya, Myelin : Mobilisasi intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan.


oleh : Indra Gunawan, Praktisi Manajemen

Myelin merupakan idiom dari dunia biologi yang jarang terdengar. Myelin adalah insulator yang membungkus mata rantai jaringan saraf yang jika makin ditempa, dilatih, menjadi semakin tebal sehingga kecepatan arus informasi dan gerak pun makin terpacu secara otomatis. Atlet unggulan, artis terkemuka, entrepreneur sukses, pemimpin hebat, semuanya berorientasi pada tindakan dengan dorongan kuat dari dalam.

Penulis membedakan antara "Brain Memory" yang terbentuk dari pengetahuan dan "Muscle Memory" yang terbangun dari praktik latihan intensif secara berulang-ulang. "Muscle Memory" inilah yang dimaksud Myelin. Mengapa penulis memberikan tekanan berlebihan kepada Myelin atau "Muscle Memory"? Saya menduga, ia ingin mengubah pandangan cukup dominan di masyarakat, seakan-akan "Brain Memory" adalah segala-galanya. Padahal dengan pengetahuan saja, tanpa greget dan gerak aktif, orang hanya menjadi manusia formula yang asyik dengan konsep dan wacana.

Tak kasatmata

Selain Myelin, istilah lain yang banyak bertebaran adalah intangibles, yang artinya nonfisik atau tak kasatmata. Ini tak perlu langsung dikaitkan dengan "dunia gaib". Dikenal adanya intangibles internal yang melekat kepada karyawan berupa budaya perusahaan, kejujuran, kerja keras, ketrampilan, daya juang, disiplin, semangat inovatif, dan tanggung jawab. Sementara ada intangibles eksternal, seperti loyalitas pelanggan, reputasi, brand image, goodwill, dan kepercayaan. Intangibles inilah roh usaha Anda.

Kembali Kasali mengecam mereka yang mengedepankan aset-aset yang tangible, kasatmata, seperti modal uang, tanah, tambang, hasil hutan, mesin dan produk. Menurut dia, Myelin yang terbentuk lewat latihan spartan akan menunjang pembentukan intangibles yang kokoh. Kalau kekuatan intangibles itu berhasil dimobilisasi, ia akan menjadi kekuatan perubahan yang dahsyat.

Intangibles dan Myelin tidak konkret, tetapi kehadiran dan getarannya terasa saat berjumpa dengan para karyawan. Sorot mata, cara bicara, terbuka atau defensifnya terhadap perubahan, derajat keinginan mencoba hal baru mengindikasikan sesuatu perihal masa depan perusahaan. Dalam terminologi lain, besar kecilnya terang redupnya aura terpancar.

Selain dua kata itu, istilah lain yang banyak dipakai ialah disiplin. Cukup banyak pakar yang sampai pada kesimpulan yang sama. Scott Peck (1978), psikiater yang melakukan studi kasus terhadap ribuan pasiennya, menyimpulkan, "Tanpa disiplin, kita tak akan mencapai apa-apa. Dengan sepotong disiplin, kita hanya memberesi sebagian. Hanya dengan disiplin total, kita mampu menyelesaikan semua problem."

Saking menggebu

Rhenald Kasali adalah penulis pencerita. Lewat "Myelin", ia bertutur memakai banyak ilustrasi. Cerita-cerita itu umumnya menyentuh hati, memberikan inspirasi, dan menimbulkan rasa bangga. Dikisahkan perihal dua kakak beradik. Pagi kuliah di Kedokteran UI, siang menarik bemo untuk biaya sekolah. Suatu saat, bemo ditukar dengan taksi (gelap). Sewaktu Pemda DKI Jaya membuka izin operasi taksi resmi, keduanya tak masuk hitungan. Izin diprioritaskan untuk perusahaan transportasi (bus) yang bermodal kuat, seperti Mayasari Bhakti, PPD, Medal Sekarwangi, dan Gamadi.

Berhubung merengek terus, mereka akhirnya memeperoleh izin juga. Namun, berkat Myelin dan intangible-nya yang dilatih bertahun, mereka langsung membuat gebrakan lain.

Mereka beroperasi selama 24 jam, sementara taksi lain (saat itu) hanya bekerja sampai pukul 20.00. Calon pengemudi diseleksi ketat dan ditempa untuk bekerja keras, disiplin, jujur, santun, mengutamakan pelanggan, dan merawat taksi dengan apik. Sebagai imbalan, mereka diperhatikan kesejahteraannya, ada pengembangan diri, diberikan bantuan perumahan, serta tujangan beasiswa untuk anak.

Sudah dapat ditebak nama taksi itu. Blue Bird! Dengan berjalannya waktu, Blue Bird makin berkibar. Dari empat menjadi 4.000 karyawan, dari 25 berkembang menjadi 17.000 taksi, sementara taksi lain yang lemah intangibles-nya satu per satu berguguran.

Kasali adalah partisan perubahan. Begitu menggebu-gebunya dia terhadap Myelin dan intangibles sehingga mungkin dapat menimbulkan salah pengertian. Memang "Brain Memory" bukan segala-galanya, tetapi bukankah Myelin sendirian juga bukan segala-galanya?

Dia sendiri menulis manusia yang hanya mengandalkan "Muscle Memory" juga pintar, gesit, dan bisa jadi juga kaya raya. Tetapi, maaf, ia tidak berpengetahuan dan hanya mampu melihat sejauh mata memandang. Kaya tetapi bodoh tidak akan menjadikan Anda disegani, apalagi memiliki usaha berkelanjutan. Sayang caveat berharga ini hanya menimbulkan kesan selintas karena tertelan oleh kekaguman dan fokus kepada Myelin.

Begitu pula soal tangibles. Saya sepakat intangibles lebih utama. Namun, kalau mobilisasi intangibles berhasil dilakukan, kekuatan tangible pun dapat menjadi daya pengungkit. Cukup banyak perusahaan bagus melompat secara kuantum setelah mendapat suntikan dana lewat pasar modal, private palcement, pinjaman bank. Saya teringat kepada kelompok perusahaan Lippo, Ciputra, dan Para Group yang karena mengandalkan intagibles dan tangibles dapat melesat seperti sekarang.

sumber : KOMPAS, MINGGU, 16 MEI 2010

Kamis, 17 Juni 2010

3 Idiots dan realitas sistem pendidikan


Farhan Qureshi, Raju Rastogi dan Rancchodas "Rancho" shyamaldas Chanchad adalah 3 orang mahasiswa teknik yang berbagi ruaangan pada sebuah domitory di sebuah kampus fiksi Imperial College of Engineering di India, salah satu tempat kuliah paling favorit di India.

Ketika kedua temannya Farhan dan Raju berasal dari keluarga tidak mampu dan berusaha untuk keluar dari kemiskinan dengan kuliah di bidang teknik, di sisi lain Rancho adalah siswa berkecukupan yang jenius dan belajar dengan motivasi yang berbeda dengan lingkungan di kampusnya.

Rancho yang selalu rangking dan mendapat nilai bagus karena mempunyai minat terhadap mesin juga seringkali bertengkar dengan Professor Viru Sahastrabudhhe (Virus), seorang professor dedengkot di kampus yang masih kolot, karena protesnya Rancho pada sistem pengajaran matakuliah kampus yang terlalu teoritis.

Pada suatu ketika Professor Virus menunjukkan bahwa pulpen adalah suatu penemuan masterpiece dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk mengeluarkan tinta, dan menawarkan penelitian untuk penggunaan pulpen di gravitasi nol. Rancho yang cerdas menyeletuk untuk menggunakan pensil di luar angkasa.

Pelajaran yang dapat dipetik dari film 3 idiots adalah di dunia perkuliahan khususnya di bidang teknik kadang-kadang dibutuhkan sebuah praktik nyata dibandingkan teori semata. Karena yang akan kita hadapi di bangku setelah perkuliahan adalah dunia nyata dan buka dunia teori. Kadang-kadang hal yang simple dilupakan karena ita terlalu berpusing-pusing pada teori-teori yang njlimet.

Apakah dunia pendidikan kita sudah mengakomodasi sebuah praktek nyata? Saya bilang ya. Bagi saya, sewaktu duduk di bangku kuliah banyak sekali project-project dari luar yang melibatkan lembaga pendidikan. saya pikir itu sangat bagus untuk mengasah kemampuan praktikal seorang mahasiswa dan menguji tanggung jawabnya terhadap ketepatan deadline dan kepuasan customer terhadap hasil kerjanya. Begitu banyak pilihan project-project di kampus dan dapat dipilih sesuai kemampuan dan minat bagi anda yang akan mengeyam dunia pendidikan.

Jadi apakah dunia pendidikan Indonesia sebegitu kolotnya. Saya rasa beberapa pengajar mungkin masih textbook dan mengajar berdasar sesuai aturan kurikulum tidak bisa kita salahkan tetapi kita dapat memposisikan diri dan membuat kuliah lebih berwarna dengan ikut serta di project-project kampus dan sering terlibat di lab kampus yang bersifat praktikal. Jadi secara title seorang 'maha' siswa adalah seorang yang sudah dewasa dan mampu memposisikan diri sesuai minat dan bakatnya.

Pelajaran kedua adalah sikap toleransi kita sebagai makhluk sosial. Dalam lingkungan kampus tidak semua siswa mempunyai cash flow yang bagus. Beberapa mahasiswa ataupun mungkin sebagian besar ingin lepas dari keterpurukan keluarga dan ingin mengubah nasib dengan kuliah mengandalkan beasiswa. Beberapa mahasiswa mungkin tidak terlihat di beberapa matakuliah karena sedang sibuk membantu keluarga yang kekurangan atau menambah penghasilan dengan bekerja tambahan untuk biaya hidup sehari-hari dan mungkin untuk juga untuk membiayai kuliahnya. Hal seperti itu adalah hal yang wajar baik di India maupun di Indonesia. Saya berikan salam semangat untuk mereka yang kuliah dengan biaya yang diusahakan sendiri. Jangan menyerah dan tetap semangat.

Oh ya Selamat menonton seperti biasa dalam film India ada bumbu-bumbu percintaan, tari-tarian dan tangis-tangisan. Tapi ini film India yang saya rekomendasikan untuk anda tonton.

Salam

Lingga

Alumni te ugm

Minggu, 06 Juni 2010

My Fourth Book : Technopreneur

Pembaca blogger yang setia berikut buku terbitan saya yang keempat berjudul Technopreneur.
Kenapa harus technopreneur apakah sudah bosen menulis tentang hal-hal bersifat technical? Tidak juga, saya menulis ini untuk menyebarkan semangat entrepreneurship kepada pembaca buku. Apakah menjadi karyawan saja tidak cukup baik? Tentu cukup baik tetapi membuka lapangan pekerjaan lebih mulia lagi bukan?

Jiwa entrepreneur seharusnya dibangun semenjak kuliah atau lebih awal dimana tingkat kelulusan berpendidikan semakin besar tetapi di lain sisi lowongan pekerjaan yang memadai semakin kecil.

Pernyataan ekonomi sewaktu bangku SMP dimana ciri dari perusahaan pribadi memiliki tanggung jawab sampai kekayaan pribadi membuat momok negatif bagi jiwa-jiwa entrepreneur muda. Tetapi bagi seorang pengusaha sebuah keuntungan tak terbatas bisa diperoleh. Dan membuka lapangan kerja adalah yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh bangsa ini untuk maju.

Google, Yahoo, Microsoft, Apple, IBM, Facebook, YouTube, Wikipedia, adalah sekelompok perusahaan yang berangkat dari kemampuan teknologi dan menjadikannya perusahaan teknologi nomer satu di bidangnya yang memiliki jaringan pemasaran produknya di seluruh dunia. Dan banyak lagi perusahaan-perusahaan berbasis teknologi tinggi lain yang dapat kita tiru kesuksesannya.

Dalam buku ini akan diungkapkan bagaimana kita dapat belajar dari kesuksesan perusahaan teknologi tingkat dunia, mengambil benang merah dari setiap kesuksesan dan menjadikan anda seorang technopreneur seorang penguasa teknologi dan juga seorang pengusaha.

Penulis mengumpulkan kisah-kisah sukses dan perjalanan perusahaan-perusahaan di bab-bab berikutnya kebanyakan berasal dari website (terutama wikipedia), artikel-artikel di internet dan juga buku-buku tentang bisnis atau manajemen impor yang telah dialih bahasakan ke bahasa Indonesia. Terlalu jauh dan banyak mengeluarkan biaya bagi penulis untuk melakukan wawancara dengan mendatangi perusahaan global tersebut satu-persatu.

Di akhir buku itu penulis menambahkan gambaran sumber daya negara Indonesia, negara yang dicintai ini yang memiliki jumlah penduduk mencapai 200 juta, yang memiliki kaum intelektual yang bersekolah di perguruan tinggi dengan potensi tinggi yang memiliki kesempatan untuk melahirkan technopreneur-technopreneur dunia. Yang dapat membuka lapangan kerja bagi ribuan orang dan meningkatkan riset teknologi tinggi di Indonesia.

Dan apabila terdapat perubahan gaya manajemen atau perbedaan istilah pada sistem pada perusahaan global tersebut saat ini. Memang itulah yang diharapkan oleh penulis. Bahwa sebuah perusahaan teknologi selalu beradaptasi sesuai dengan tuntutan jaman dan pasar.

Menarik bukan?

Untuk pembelian dapat diperoleh di toko buku terdekat atau secara online dapat dibeli di :


Selamat membaca....