Selasa, 22 Mei 2012

A review and analysis of Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model

RESUME JURNAL

Supply Chain Management

Konsep Supply Chain Management (SCM) sudah ada sebelum tahun 1960. Banyak studi tentang hal ini pada tahun 1980-an. Dan bermunculan publikasi riset sejak 1990-an. Riset SCM diklasifikasikan menjadi 3 kategori :

1. Operasional. Kategori ini difokuskan pada operasional harian pabrik atau pusat distribusi untuk memastikan kebutuhan customer terpenuhi. Contoh :
  • Inventory Management (Cachon and Zipkin, 1997)
  • Production, Planning and Scheduling (Lederer Andi Li, 1997)
2. Desain. Kategori ini difokuskan pada pengambilan keputusan lokasi dan dasar tujuan dipilihnya suatu model Supply Chain. Contoh :
  • Deterministic Analytical Models (Cohen and Lee, 1989)
  • Stochastic Analytical Models (Lee et al, 1994)
  • Economic Models (Christy and Grout, 1994)
  • Simulation Models (Ta will, 1991)
3. Strategi. Keputusan strategi dibuat oleh manajer yang membutuhkan pemahaman menyeluruh mengenai supply chain juga strategi untuk melakukan evaluasi dari konfigurasi supply chain.

Menurut survey yang dilakukan oleh Samuel H Huan, Sunil K. Sheoran dan Ge Wang banyak sekali analisis dan model yang disampaikan untuk melakukan desain, menangani operasional Supply Chain tetapi mode yang paling menjanjikan adalah model SCOR (Supply Chain Operation Reference) yang dikembangkan oleh SCC (Supply Chain Council).

SCOR Model

SCOR model yang dipublikasikan tahun 1999 mengintegrasikan proses re-engineering, benchmarking dan proses pengukuran. SCOR model terdiri atas :
  • Deskripsi standar
  • Hubungan antara deskripsi standar
  • Standar metrik untuk mengukur performansi 
  •  Praktik manajemen terbaik
  • Software untuk mendukung proses manajemen
Berikut gambar ilustrasi dari SCOR Model yang dikembangkan oleh SCC


Gambar 1. Ilustrasi SCOR Model oleh SCC
SCOR model terdiri dari 3 level detil proses. Level 1 adalah top level dan berhubungan dengan tipe proses. Level 2 adalah level konfigurasi dan berhubungan dengan kategori proses. Level 3 adalah elemen proses dan level terendah dalam SCOR model. 

SCOR model direpresentasikan dengan 12 performance matriks (Tabel 1) yang memperlihatkan hubungan antara level 2 (kategori proses) dan level 3 (elemen proses). Dan matriks tersebut sebagai support data ke 12 performansi matriks level 1 (Tabel 2).

Tabel 1. SCOR Model configuration toolkit


Tabel 2. SCOR model matriks performansi level 1 dan level 2


Mempertimbangkan best practice di dunia industri. SCOR model yang dipublikasikan tahun1996 ini masih jauh dari sempurna untuk dapat diterima sebagai standar industri.

Analysis

Tujuan dari SCOR Model adalah untuk meningkatkan hubungan antara kebutuhan pasar dan strategi respon cepat di sisi supply chain. Riset dan strategi perusahaan biasanya menggunakan bahasa yang berbeda antara kebutuhan pasar dan aktivitas supply chain. Kelebihan dari SCOR model adalah memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara kedua aktivitas tersebut.

Change Management

Sama seperti manusia yang berubah dan beradaptasi di situasi yang berbeda-beda begitu juga perusahaan dan pasar. Faktor utama yang mendorong perubahan adalah berkembang pesatnya teknologi terutama teknologi informasi.

Isu utama yang harus diatasi adalah change management berdasarkan analisis pasar. Salah satunya yang mempengaruhi adalah struktur dan kondisi pasar. Membangun keintiman dengan customer adalah kesuksesan bagi sebuah perusahaan. Cara yang paling efektif untuk membangun hubungan dengan customer adalah dengan memahami perilaku dari customer dan membangun desain supply chain yang dapat  dikustomisasikan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap customer.

Isu kedua adalah untuk menangani sinkronisasi dalam pengintegrasian. Diketahui saat ini pasar berubah dengan dinamis, dan perusahaan yang sukses tidak bisa bersaing sebagai individu tersendiri. Kadang dibutuhkan jaringan dan partner untuk bisa terus memenangkan pasar. Sudah sangat wajar apabila perusahaan mengindentifikasi partner yang potensial dan membangun jaringan informasi dan komunikasi yang baik dengan partner tersebut. 

Isu ketiga adalah penggunaan modeling tools untuk men-support keputusan change management. Modelling tools adalah sebuah software yang menghasilkan output desain supply chain terbaik bagi sebuah perusahaan berdasarkan pasar yang dinamis disertai dengan impactnya terhadap skenario bisnis, ongkos produksi dan operasi.

Optimalisasi Jaringan Menggunakan SCOR Matriks

Network Modelling menggunakan teknik optimalisasi untuk menghasilkan solusi yang paling optimal. Masalahnya disini menggunakan SCOR 12 performance matrik belum bisa menjadi masukan objek pengukuran yang dibutuhkan oleh network modelling tools. Terdapat metode lain yang dinamakan AHP (Analytical Hierarchy Process) yang diajukan oleh Saaty (1980). Berikut poin-poin yang diikuti dalam AHP :

 1. Problem decomposition and hierarchy construction. Terdapat 3 level pada bagian ini yaitu :
  • Top level : The Overall Objective – Overall Supply Chain Efficiency
  • Criteria (SCOR Model) : Delivery Reliability, Flexibility and Responsiveness, Cost dan Asset
  • Sub Criteria : 12 SCOR performance metrics
2. Determine alternatives. Beberapa supplier dimasukkan ke dalam hierarki di bagian paling bawah.
3. Pair-wise comparison. Menentukan ke-urgent-an dari setiap elemen pada setiap level.
4. Weight calculation. Metode normalisasi matematika digunakan untuk mengkalkulasi bobot prioritas pada setiap level.
5. Consistency check.
6. Hierarchical synthesis. Pengintegrasian bobot prioritas pada setiap level hierarki untuk mengevaluasi berbagai alternatif.
7. Determine priority for all alternatives. Alternatif dengan bobot tertinggi dipilih.

AHP sebenarnya merefleksikan bagaimana orang-orang bertindak dan berpikir. Dengan modelling ini dapat mempermudah seorang pengambil keputusan untuk melakukan supply chain yang paling efisien.


Gambar 2. Optimalisasi jaringan menggunakan AHP dan SCOR matriks
 Analytical Hierarchy Process Pro dan Kontra

1980 : AHP dikemukakan oleh Saaty.

1984 : Belton dan Gear memperdebatkan bahwa AHP tidak sesuai dengan teori dasar di perusahaan dan pendekatan axiomatic dibandingkan MAUT (Multi-attribute utility theory).

1984 : Belton dan Gear mengkritisi bahwa penambahan dan pengurangan alternatif dapat menjadikan rank reversal di AHP.

1986 : Saaty membuktikan bahwa AHP sesuai dengan teori axiomatic.

1987 : Harker dan Vargas menyatakan bahwa rank reversal tidak terjadi di AHP.

1990 : Dyer mempertanyakan validitas dari teori axiomatic Saaty.

1990 : Saaty bersama dengan Harker dan Vargas mempertahankan bahwa teori axiomaticnya berbeda dengan teori utility tradisional.

Belum terdapat kesimpulan sampai saat ini tentang siapa yang benar dalam perdebatan ini.

ARTIKEL PENDUKUNG

Tentang SCC

SCOR (Supply Chain Operations Reference Model) merupakan suatu referensi model yang digunakan untuk mengukur kinerja dari Supply Chain. SCOR dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC) yakni suatu lembaga nonprofit yang didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter and Gamble, Lockheed Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance Manufacturing Research).  Pada awal berdirinya council ini memiliki anggota sebanyak 69 perusahaan, namun saat ini anggotanya telah mencapai 1000 perusahaan.

Tentang Analytical Hierarchy Process

AHP adalah salah satu teknik untuk pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan matematika dan psikologi. AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970 dan menjadi bahan penelitian ilmiah semenjak tahun itu. AHP banyak digunakan pada keputusan-keputusan strategis seperti pemerintahan, bisnis, industri, kesehatan dan pendidikan.

AHP tidak menentukan keputusan mana yang paling benar tetapi mencari keputusan yang paling baik untuk mencapai tujuan dan mengatasi problem.

Paling tidak terdapat 900 tulisan tentang AHP yang dipublikasikan di China dan paling tidak terdapat satu jurnal yang dikhususkan untuk beasiswa yang membahas masalah AHP. Pada tahun 2009 International Symposium on the Analytic Hierarchy Process (ISAHP) mengadakan internasional symposium dan 28 negara mempresentasikan hasil peneltian ilmiahnya.

STUDI KASUS

Rock-It Cargo

Apapun musik kesukaan Anda dari Mozart sampai Lady Gaga dan Eminem, pada saat konser live pasti terdapat andil dari Rock-It Cargo dibalik meriahnya konser. Rock-It Cargo mengkhususkan diri pada cargo untuk konser band-band ternama mulai dari panggung, light show, peralatan dan juga merchandise.

Pada tahun 1974, David Bernstein mandapat telepon dari kakaknya, seorang fotografer untuk tur musik Crosby, Stills, Nash and Young. Perusahaan logistik yang sebelumnya sudah ada membatalkan kontrak dan meninggalkan band begitu saja. Secepatnya David menyewa truk dari pamannya dan membantu perpindahan grup populer tersebut dari Chicago ke London.

Bernstein pada awalnya memulai bisnis dari asrama mahasiswanya, dia memiliki pekerja-pekerja dari mahasiswa yang mau dibayar murah untuk menangani peralatan dari bintang-bintang rock. Bisnisnya bertambah besar dan layanan yang tepat waktu menjadi ciri khas Rock-It Cargo.

Organizer konser tidak perlu khawatir untuk pengembalian tiket karena panggung dll tidak datang tepat waktu. Reputasinya kemudian berkembang ke industri televisi, olah-raga dan industri-industri lain yang membutuhkan jaminan on-time.

Selain tepat waktu, kualitas penanganan barang juga menentukan dalam industri cargo. Kadang alat-alat yang diangkut mudah rusak dan mahal sehingga memerlukan penanganan khusus. Kadang dalam konser berjalan dari kota ke kota dari negara ke negara dan berjeda satu hari sehingga keterlambatan satu hari tidak dapat ditolerir.

Artis yang pernah ditanganinya antara lain : Cher, Madonna, 50 Cent, Nine Inch Nails, Beastie Boys, Destiny's Child, Dave Mathews Band, The Dixie Chicks, Paul McCartney, Kenny Chesney, Lenny Kravitz, Kid Rock dan kebanyakan grup Rock lainnya (customer list dapat dilihat di www.rockitcargo.com). Di tahun 2003 Rock-It Cargo menangani logistik untuk 18 dari 20 konser besar di dunia.

Metode Rock-It cargo sangat sederhana : mereka memindahkan semua barang-barang logistik dalam satu shipment untuk mengurangi error. Mereka juga bekerja sama dengan agency dan departemen-departemen penting di seluruh dunia untuk mengurusi dokumen dan surat-menyurat. Salah satunya dengan ATA Carnets. Dengan Carnets memungkinkan gitar diimpor untuk penggunaan sementara. Sedangkan tanpa menggunakan Carnet mereka harus membayar pajak impor dan ekspor untuk sebuah gitar yang dipakai dalam band.

Rock-It cargo sangat membantu customer untuk menghindari delay, jadi apapun band musik yang Anda senangi Rock-It Cargo logistiknya.

KESIMPULAN 

SCOR (Supply Chain Operation Reference) yang dikembangkan oleh SCC (Supply Chain Council) adalah bertujuan untuk meningkatkan hubungan antara kebutuhan pasar dan strategi respon cepat di sisi supply chain. Kelebihan dari SCOR model adalah memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara kedua aktivitas tersebut.

SCOR menggunakan 12 performance matrik belum bisa menjadi masukan objek pengukuran yang dibutuhkan oleh network modelling tools. Terdapat metode lain yang dinamakan AHP (Analytical Hierarchy Process) yang diajukan oleh Saaty (1980) yang apabila dikombinasikan dengan SCOR akan menghasilkan masukan objek pengukuran yang dibutuhkan. 

AHP sebenarnya merefleksikan bagaimana orang-orang bertindak dan berpikir. Dengan modelling ini dapat mempermudah seorang pengambil keputusan untuk melakukan supply chain yang paling efisien.

REFERENSI

1.    Samuel H. Huan, Sunil K. Sheoran and Ge Wang "A review and analysis of supply chain operations reference (SCOR) model," Supply Chain Management : An International Journal Volume 9 – Number 1, Emerald Group Publishing Limited, 2004.
2.    http://supply-chain.org/scor
3.    Short Case : Rock-It Cargo
4.    http://en.wikipedia.org/wiki/Analytic_Hierarchy_Process