Ada tiga macam pengelompokan unit bisnis yang kemungkinan dapat mendulang emas dalam telekomunikasi seluler yaitu bisnis penyedia perangkat telekomunikasi dan pemeliharaan, bisnis operator dan bisnis konten.
Untuk penyediaan perangkat telekomunikasi jelas sudah dikuasai oleh bangsa Eropa dan juga Cina. Para vendor vendor telekomunikasi terkemuka antara lain Nokia Siemens Networks, Alcatel-Lucent, Ericsson, Huawaei telah melakukan pagelaran produk perangkat infrastruktur telekomunikasinya keseluruh dunia. Mereka aktif melakukan riset untuk mengembangkan telekomunikasi yang dapat mendukung akses internet berkecepatan tinggi atau jaringan pita lebar.
Teknologi telekomunikasi seluler dimulai dari teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone Service) yang dibangun di negara Amerika Serikat pada tahun 1983. Teknologi AMPS dikenal sebagai Teknologi Generasi Pertama (First Generation/1G) karena hanya mampu melakukan komunikasi suara saja. AMPS menggunakan teknologi FDMA (Frequency Division Multiple Access) dimana setiap user harus memiliki alokasi frekuensi sendiri. Saat kapasitas pengguna telekomunikasi mobile bertambah sedangkan alokasi frekuensi terbatas AMPS sudah dianggap tidak cocok lagi dan juga tingkat keamanan AMPS kurang terjamin yang memngkinkan penyadapan oleh orang lain apabila kita mengetahui nomer kode serial seorang pengguna.
Ketidakmampuan teknologi AMPS dijawab dengan kemunculan teknologi telekomunikasi mobile generasi kedua atau Second Generation (2G). Ada dua macam teknologi pada generasi kedua ini yaitu CDMA (Code Division Multiple Access) dan GSM (Global System for Mobile Communication). Keduanya dikenal digunakan oleh pengguna telepon selular di Indonesia sampai saat ini. GSM pertam kali muncul pada tahun 1991 di Finlandia dan pada tahun 2005 lebih dari 1 milyar pengguna telepon selular diseluruh dunia. GSM menggunakan teknologi TDMA (Time Division Multiple Access) dimana beberapa pengguna dapat menggunakan alokasi frekuensi yang sama tetapi dengan alokasi waktu yang berbeda. Beberapa servis yang didukung didalam GSM adalah SMS, call waiting, voice mail dan lain-lain. Sistem sekuritas GSM dibilang juga cukup baik karena sinyal yang dikirimkan dalam bentuk digital sehingga sulit untuk dilakukan penyadapan.
Kemunculan teknologi GSM dengan kemampuan SMS menjadikannya revolusi baru dalam berkomunikasi. Pesan-pesan singkat dalam bentuk teks menjadi trend dalam berkomunikasi karena harganya yang murah tetapi tetap menyampaikan informasi yang cukup. Karena kemudahan berkomunikasi secara mobile menyebabkan telepon selular wajib dimiliki oleh setiap individu tetapi hal ini juga menuntut jaringan GSM juga menyediakan internet dalam gengaman.
Munculah teknologi GPRS (General Packet Radio Service) yang berfungsi melewatkan paket data internet melalui jaringan GSM. Kemunculan teknologi GPRS ini dikategorikan sebagai teknologi generasi dua setengah (2.5 G). Karena pada awalnya jaringan GSM tidak direncanakan untuk dapat melewatkan informasi internet sehingga maksimum kecepatan data secara teori yang dapat dilewatkan melalui jaringan GSM hanya 171.2 kbps. Lalu munculah EDGE (Enhanced Data Rate for GSM Evolution) yang memperkenalkan penyandian 8-PSK (Phase Sift Keying), penyandian yang memungkinkan pengiriman bit-bit informasi lebih cepat dibandingkan penyandian sebelumnya yang dipakai oleh GSM yaitu GMSK (Gaussian Minimum Shift Keying). Kecepatan data secara teori yang dapat didukung oleh EDGE adalah 500 kbps. Tentu bukan kecepatan yang diinginkan oleh seorang pengguna internet mobile yang berkeinginan untuk dapat mengunduh video atau musik secara mobile.
Kemunculan generasi ketiga (3G) sudah mendukung bagi pengguna telepon selular untuk berinternet dengan kecepatan tinggi secara mobile. Ada dua teknologi yang dapat dikategorikan teknologi 3G yang dikenal di pasaran Indonesia yaitu CDMA2000 dan UMTS (Universal Mobile Telecommuncations Systems). UMTS dikembangkan oleh NTT DoCoMo Jepang. UMTS menggunakan pita lebar sebesar 5MHz sehingga memungkinkan kecepatan data nya mencapai 2-4 Mbps.
Dan setelah 3G, internet selalu dimudahkan untuk dijejalkan ke dalam telepon selular, Jalan yang disediakan semakin lebar sehingga kecepatan data untuk diunduh ke melalui jaringan telepon selular semakin cepat. Saat ini operator pun mulai melirik ke penjualan data secara paket dengan kemunculan paket-paket data. Dan semakin banyak pengguna professional yang menggunakan jaringan selular untuk terkoneksi dengan internet melalui laptopnya karena kemudahan untuk bisa terkoneksi diamana saja di mall, di taman dan juga didukung jaringan 3G dari operator yang semakin luas. Berlomba-lomba dalam penerapan teknologi terkini dilakukan operator untuk meyakinkan kepada pelanggan bahwa mereka terdepan dalam teknologi.
Setelah berhasil dengan implementasi 3G saat ini operator dan vendor perangkat telekomunikasi pun berlomba-lomba untuk mengimplementasikan teknologi generasi tiga setengah (3.5G) yang dikenal dengan sebutan HSDPA (High Speed Downlink Packet Access). HSDPA memungkinkan kecepatan data sampai 8-10 Mbps. Meskipun kecepatan data real untuk HSDPA tidak sebesar yang diteorikan karena menyangkut aspek-aspek kemampuan jaringan dan juga implementasi HSDPA masih terbatas pada kota-kota besar di Indonesia tetapi hal ini merupakan awal untuk akses internet kecepatan tinggi secara mobile di Indonesia.
Wimax (Worldwide Interoperability for Microwave Access) yang diyakini sebagai teknologi generasi keempat. Dan untuk pengembangannya diyakini Indonesia tidak mau ketinggalan. Berikut kutipan dari www.detikinet.com mengenai rencana strategis pemerintah untuk mengembangkan perangkat Wimax lokal.
detikinet - Untuk Apa Saja Dana Wimax Lokal Rp 18 M?
Jakarta - Direktur Standardisasi Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Azhar Hasyim mengatakan sejak tahun 2007 pemerintah telah mengalokasikan Rp 16 miliar untuk pengembangan industri manufaktur dalam negeri. Dana yang terserap adalah Rp 14 miliar sedangkan Rp 2 miliar untuk pembelian perangkat alat ukur Wimax.Demikian dikemukakannya seusai serah terima alat ukur telekomunikasi Wimax di Gedung Postel, Jakarta, Selasa (29/1/2008). Dana yang Rp 18 miliar untuk 2008, ujar Azhar, memiliki dua alokasi umum. Pertama, sebanyak Rp 8 miliar akan digunakan untuk membeli perangkat alat ukur, chipset, antena, serta untuk membayar lisensi piranti lunak desain. Sedangkan Rp 10 miliar akan digunakan untuk operasional dan biaya pengembangan. Pengembang Wimax lokal ini mencakup unsur pemerintah, akademisi dan juga swasta. Di antaranya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Universitas Hasanudin Makassar (Unhas), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Kementerian Riset dan Teknologi, PT INTI, PT Quasar dan PT Harif. Azhar mengatakan setiap komponen perangkat Wimax lokal yang berbasis 2,3 GHz ini memiliki koordinator. Untuk pengembangan chipset oleh ITB, pengembangan terminal akhir oleh Ristek melalui BPPT, radio frekuensi baseband oleh LIPI, antena oleh UI, dan sistem operasinya oleh ITB. Dari setiap kelompok tersebut, lanjut Azhar, ada empat puluhpeneliti. Alat ukur telekomunikasi yang akan dibeli adalah dari negara yang paling kompetitif dari segi harga. Beberapa pilihannya adalah Singapura, Taiwan atau Jepang.
Sumber : detikinet.com tanggal 29 januari 2008