Rabu, 28 Maret 2012

Link and Match Perguruan Tinggi dan Perusahaan (Technopreneur 2.0)

Buku tentang Technopreneur sudah terbit 2 tahun yang lalu. Memang belum terlihat efek-efek nyata bahwa hasil riset dari Universitas dapat dikemas menjadi produk yang nyata (Link and Match Perguruan Tinggi dan Perusahaan). Tetapi saya tetap bersyukur, saat penulisan buku ini saya belum benar-benar terjun di entrepreneur. Setelah mengalami sendiri memang banyak hal-hal yang perlu dipelajari dan terus dikembangkan. Terima kasih juga untuk StartupLokal yang telah memberikan kesempatan saya untuk berbicara mengenai Technopreneur. Respon dari hadirin yang datang sangat bagus. Tetapi ada perang batin dalam diri saya bahwa ada sesuatu GOAL yang belum tercapai. Yaitu Link and Match tadi.

Saya saat menyampaikan materi Technopreneur di event StartUpLokal #7 Re-educate
Saya pernah bertanya kepada dosen saya Bapak Adi dalam kelas Operational Management bagaimana kondisi Link and Match antara perguruan tinggi dan perusahaan saat ini. Memang hal ini pernah diungkapkan di masa lalu oleh Prof. Wardiman Djojonegoro, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sudah diwajibkan di beberapa universitas untuk melakukan Kerja Praktek dan Magang di perusahaan tertentu agar mahasiswa semasa kelulusannya dapat diserap baik oleh perusahaan dan memiliki kompetensi yang bagus.


Tetapi link and match yang saya harapkan berbeda, jauh lebih besar daripada itu.Yaitu bahwa riset yang dilakukan oleh mahasiswa dapat dikembangkan menjadi produk komersial atau paling tidak memiliki nilai ekonomis. Dan masih sedikit sekali yang concern pada hal ini bahkan cenderung belum ada jawab dosen saya tadi.


Dalam kuliah Systems Information Technology dalam materinya Innovation Management (kebetulan yang menjadi pengajar Bapak Lukito dosen saya dulu di Teknik Elektro UGM) dalam Product Innovation Process mengungkapkan adanya The Valley of Death dimana sebuah produk setelah masa riset akan membutuhkan bantuan financing, marketing, sales dll untuk menjadi produk yang sukses.  Yang dimaksud disini sebuah produk inovasi dari kampus tidak hanya bisa didukung oleh bantuan dana saja tetapi juga dukungan untuk strategi operasional, strategi marketing dan strategi finance.


Sebagai contoh sewaktu saya mendapatkan banyak pesanan tentang alat keamanan berbasis SMS sewaktu kuliah. Saya tidak tahu bagaimana menduplikasi produk secara efektif, menentukan harga wajar terhadap produk saya, mengemas produk secara baik, menangani pesanan yang tiba-tiba berdatangan secara serentak  dll. Hal-hal semacam inilah yang akan dibentuk dalam Business Incubator. Dimana kebanyakan produk-produk inovatif sebagian besar datang dari kalangan mahasiswa teknik, informatika dan mereka yang mendalami teknologi dan sebagian besar belum berpenglaman di bidang manajemen. Saya tidak ingin hal ini terjadi kembali pada inovator-inovator muda yang akhirnya menyerah, bekerja pada perusahaan besar dan produk inovasinya hilang begitu saja. 

Tercetus ide di benak saya kalau silabus memungkinkan di jurusan teknik, sebaiknya empat semester awal digunakan oleh mahasiswa untuk membuat tugas akhir berupa produk dan empat semester berikutnya dimanfaatkan untuk mengkomersialkan produk tersebut.  


Tetap semangat. Jalan masih panjang. Dan untuk pembaca yang berminat berikut saya share slide yang saya presentasikan berkaitan dengan Technopreneur.

Tidak ada komentar: