Senin, 16 Januari 2012

ORGANIZATIONAL BEHAVIOR of STARBUCKS COFFEE

Oleh : Aditia Tidyaputra, David Iwan Setiabudi, Lingga Wardhana  dan Stefanus Andre Setiawan (Mahasiswa MM UGM Jakarta)

LATAR BELAKANG


Gambar 1. Starbucks Frappuccino
Globalisasi yang terjadi beberapa tahun belakangan membuat kompetisi di dunia usaha semakin ketat, terutama untuk industri jasa dengan produk yang serupa. Hal yang paling penting untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis ini selain produk yang berkualitas, juga suasana kerjasama dan  jumlah  hasil kerja tim dalam penjualannya. Karyawan yang diposisikan menjadi team terdepan dan mengetahui apa kebutuhan konsumen adalah first line staff, untuk itu sangatlah penting bagi sebuah perusahaan untuk memotivasi, memberikan penghargaan, dan melatih karyawan ini untuk menjadi karyawan berkualitas.

Starbucks Corporation, sebuah perusahaan terkenal di dunia dengan bidang retail, dengan konsep sebuah restoran menghadirkan produk utama adalah kopi dan teh. Di dunia Starbucks Corporation sudah memiliki sekitar 4000 cabang, dan termasuk perusahaan dengan perkembangan yang cepat di Amerika. Starbucks Corporation selain terkenal dengan kualitas kopinya juga dikenal dengan pelayanan konsumen dan perusahaan dengan biaya yang tinggi. Starbucks membangun sebuah lingkungan bisnis dimana mensosialisasikan ke konsumen sebuah produk dengan harga yang sesuai dengan produknya dan tidak ada batasan umur untuk datang dan menikmati produk di outlet.

Selain itu Starbucks juga memperhatikan kepuasan dari para karyawanya. Besaran Turnover untuk pegawai di starbuck berkisar 65%, dan untuk level manager sebesar 25%. Dibandingkan dengan industri sejenis sebesar 150% sampai 400% dan 40%. Dapat dilihat bahwa angka turnover di  Starbucks masih dibawah industri sejenis (Michelli, 2006)
Sehingga
Starbucks dapat dijadikan salah satu sebuah model bisnis yang optimal dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu motivasi karyawan, kepuasan pelanggan dan kerjasama tim
.

PROFIL PERUSAHAAN


Gambar 2. Howard Schultz - President and CEO of Starbucks

CEO Starbucks, Howard Schultz, menganggap bahwa puncak kesuksesan di Starbucks bukan kopi tetapi karyawan. Dengan menambah pengalaman kerja karyawan dan memberikan kesempatan promosi bagi mitra kerja adalah cara untuk meningkatkan keberlanjutan (Sustainibility) perusahaan. Schultz yakin bahwa semangat Starbucks adalah karyawan dan rasa terhormat sebagai karyawan Strabucks adalah nilai (value) sebagai seorang karyawan Starbucks. Karyawan perlu untuk memiliki pengetahuan yang baik dan pelatihan untuk kinerja yang lebih baik dalam sebuah perusahaan (Michelli, 2006). Starbucks membuat lingkungan kerja yang aktif sehingga membuat karyawan menanamkan nilai-nilai Starbucks dalam diri mereka, sehingga mereka dapat memotivasi para mitra untuk kepuasan diri dan kemudian mencapai kinerja yang lebih baik.

Sejarah Starbucks

Starbucks dimulai dari sebuah kedai kopi yang didirikan oleh tiga orang yaitu Jerry Baldwin, Zev Siegl, and Gordon Bowker, Ketiga sahabat tersebut sama-sama kuliah di University of Seattle. Pada tahun 1971, Starbucks dikenal dengan nama “Starbucks Coffee, Tea, and Spice” dan didirikan di Seattle, Washington’s Pike Place Market. Starbucks mendapatkan keuntungan dengan menjual Biji kopi siap olah (roasted coffee beans) ke konsumen langsung dan ke restoran. Perjalanan bisnis Starbucks berkembang pesat dengan membuka empat toko di tahun 1982, hal ini membuat Howard Schultz seorang salesman Hammerplast sebuah perusahaan alat rumah tangga dari New York tertarik untuk mengunjunginya. Howard Schultz ingin mengetahui mengapa sebuah usaha kecil membutuhkan jumlah yang besar dari produk dari Hammarplast yaitu percolators (teko kopi). Hubungan bisnis antara kedua perusahaan ini membuat Howard Schultz mengenal pendiri Starbucks dan ingin menjadi bagian dari Starbucks dikarenakan lingkungan dan atmosfir Starbucks yaitu totalitas orang-orangnya dalam memilih dan mengolah kopi, sehingga tertarik untuk bergabung dan menduduki posisi marketing and retail sales director.

Pada 1983, Howard Schultz yang baru setahun bergabung dengan Starbucks, melakukan lawatan bisnis ke Milan, Italia. Dia tertarik dengan gaya warung-warung kopi di sana, yang menyediakan kehangatan dan kafe sebagai tempat bersosialisasi, hal ini membuat beberapa orang beranggapan kopi sebagai gaya hidup, tempat berkumpul dan ngobrol dengan teman. Schultz ingin menerapakan gaya tersebut di Amerika Serikat, kafe kopi yang tersebar dan digunakan sebagai tempat bersosialisasi dan sebagai gaya hidup. Hal ini membuat Schultz pada saat kembali ke Seattle dan mengusulkan Starbucks menirunya, di dalam benaknya warga Amerika Serikat (AS) pasti menyukai warung-warung kopi seperti itu. Tapi, trio guru bahasa Inggris Jerry Baldwin, guru sejarah Zev Siegel, dan penulis Gordon Bowker, yang mendirikan Starbucks pada 1971, tak setuju. Schultz memilih untuk mendirikan toko kopi baru, bernama II Giornale, di Seattle, setelah dua tahun ke depan, karena strategi sukses Schultz tiga pemilik asli Starbucks memutuskan untuk menjual perusahaan mereka kepada Schultz. Kemudian Schultz berkumpul investor lain dan mengambil alih nama II Giornale ke Starbucks. Dia berusaha untuk mengejar impiannya untuk membuat semua orang bisa meminum kopi, sehingga ia terfokus pada ekspansi perusahaan. Pada saat itu Schultz berfikir bahwa cara yang paling efisien untuk pertumbuhan perusahaan adalah dengan membuka outlet baru di tempat baru. Pada tahun 1987 Starbucks membuka outlet di luar Amerika pertama kali di Jepang, pada tahun-tahun berikutnya Starbucks mengalami defisit karena melakukan strategi perluasan perusahaan dengan menambah jaringan outlet baru. Schultz yakin bahwa untuk terus mendukung intregitas jangka panjang perusahaan dan tidak memikirkan profit tetapi hanya jangka pendek (Michelli, 2006). Tahun 1991 Starbucks mengalami keuntungan dan penjulan meningkat sampai 84%, tahun 2002 Starbucks berkembang dari hanya memiliki 17 outlet menjadi 5688 outlet yang tersebar di 30 negara dengan strategi perluasan yang dilakukan oleh Schultz, berkembang 300 persen berkembang dalam waktu 10 tahun.  Majalah Fortune mencatat tahun 2005 Starbucks masuk perusahaan terbaik urutan ke 11 di Amerika Serikat, kemudian menduduki urutan ke 29 pada tahun 2006 dan di tahun 2007 menduduki peringkat ke 16. Pada tahun 2007 Starbucks menjadi sepuluh besar perusahaan dengan tempat kerja terbaik di Inggris.

ANALISIS PERILAKU ORGANISASI

Five Principles of Starbucks


Gambar 3. Buku "The Starbucks Experience" dan penulisnya Joseph A. Michelli



Berdasarkan buku “ The Starbucks Experience”, perusahaan tersebut dalam menjalankan operasionalnya memberikan 5 prinsip yang ditanamkan kepada karyawannya, yaitu :
a.    Prinsip Pertama – Lakukan dengan Cara Anda – (Make it Your Own)
Starbucks memberikan kebebasan kepada karyawannya (atau partnernya) untuk melakukan apa saja untuk memastikan konsumen mendapatkan pelayanan atau pengalaman yang baik.
b.    Prinsip Kedua – Semuanya Penting – (Everything Matters)
Karyawan Starbucks dilatih untuk selalu memperhatikan detail – detail yang terkecil yang sangat penting bagi konsumennya. Aktivitas ini dibedakan menjadi 2 aktivitas yaitu “above deck” (yang terlihat) maupun “below deck” (yang tidak terlihat).
c.     Prinsip Ketiga – Kejutan dan Kesenangan (Surprise and Delight)
Di Starbucks, membudidayakan kemampuan mereka untuk memberikan kepuasaan bagi pelanggannya dan melebihi apa yang mereka harapkan. Sehingga karyawan harus mampu memberikan kejutan – kejutan atau kesenangan dari sumber – sumber yang tak terduga.
d.    Prinsip Keempat – Terbuka Terhadap Kritik – (Embrace Resistance)
Karyawan Starbucks harus selalu menerima masukan, baik yang positif maupun yang negatif dan menggunakan masukan negatif tersebut sebagai pelajaran untuk melakukan pengembangan.
e.    Prinsip Kelima – Leave Your Mark
Starbuks memiliki sebuah komitmen yang kuat disekitar mereka. Prinsip ini terfokus pada aspek sosial perusaahaan, termasuk di dalamnya aktivitas tentang lingkungan dan berbagai macam masalah sosial, atau yang biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Teori Motivasi Hezberg

Dalam memahami sikap dan motivasi karyawan, Frederick Herzberg melakukan penelitian untuk menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan karyawan terhadap lingkungan kerja mereka.

Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap karyawan yang puas dan tidak puas terhadap pekerjaan mereka. Herzberg menemukan bahwa faktor yang memberikan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang tidak memberikan kepuasan kerja. Herzberg menyebutnya motivators dan hygiene factors

Berikut  adalah tabel faktor – faktor yang menyebabkan ketidakpuasan dan kepuasan pekerjaan, serta diurutkan berdasarkan yang paling penting


Gambar 4. Teori Motivasi Hezberg
Starbucks ditinjau dari segi organizational behaviour adalah sebuah konsep perusahaan besar dengan banyak lini yang sudah menciptakan sebuah lingkungan kerja yang ideal untuk karyawan. Jumlah turnover yang lebih rendah dari perusahaan sejenis membuat Starbucks menjadi impian setiap orang untuk bekerja di perusahaan tersebut. Hal utama yang telah dijalankan di Starbucks adalah penerapan teori motivasi Hezberg yang dilakukan dengan menciptakan lingkungan kerja yang membuat karyawan dapat memotivasi dirinya sehingga mencapai kepuasan kerja. Hezberg dalam toeri motivasi menjelaskan bahwa ada faktor motivator (faktor intrinsik) yang memberikan kepuasan dalam bekerja yang  menjadi dasar karyawan mengalami kepuasan kerja. Faktor intrinsik tersebut sejalan dengan lima prinsip yang terdapat dalam buku Starbucks experience yaitu :

  1. Achievement Factor
Starbucks dalam menjalankan bisnisnya berorintasi pada kepuasan karyawan, sehingga dalam menjalankan bisnis karyawannya menjalankan bisnis sesuai dengan cara mereka sendiri, dengan harapan konsumen puas dan akan kembali. Karyawan juga mendapatkan keuntungan dengan mendapatkan diskon pada saat membeli starbucks. Pelayanan yang baik secara tidak langsung perusahaan akan mendapatkan konsumen loyal yang akan menghasilakan pendapatan bagi perusahaan. Starbucks juga memberikan pembagian hasil keutungan melalui saham kepada para karyawannya sebagai reward atas kerja mereka terhadap perusahaan. Bonus untuk libur dan diskon bagi karyawan yang bekerja lebih dari 20 jam.

  1. Recognition
Karyawan diberikan kebebasan dalam memberikan saran dan kritik terhadap perusahaan dan perusahaan menghargai kritikan dan saran lalu menyikapinya untuk kemajuan perusahaan. Starbucks menghargai karyawan sebagai mitra dan diberikan kebebasan dalam menyampaikan saran dan kritiknya.

  1. Work Itself
Karyawan Strabucks dalam menjalankan rutinitas kerjanya memunculkan kebersamaan sebagai tim. Manajer adalah pimpinan tetapi karyawan bisa melakukan pengambilan keputusan sejauh itu menguntungkan pelanggan dan berdampak pada kepuasan pelanggan.
Karyawan dalam menjalankan bisnisnya harus berpantokan bahwa semua aspek di Strabucks adalah penting yaitu konsumen, pengendalian mutu, bahan baku dan bekerja harus menonjolkan quality service yang menjadi utama.

  1. Responsibility
Starbucks memberikan kebebasan kepada karyawan namun harus disertai tanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Karyawan mengemban tanggung jawab untuk harus menjaga kualitas dari pelayanannya kepada konsumen. Manajer memberikan kesempatan kepada barista untuk memberikan masukan dan jam kerja yang fleksibel namun menuntut tanggung jawab agar memberikan yang terbaik untuk kepuasan konsumen (Quality Service).

  1. Advancement
Starbucks dalam pengembangan karyawan dengan memberikan kemungkinan berkembang kepada karyawan hingga menjadi mitra suatu saat nanti sehingga pengalaman bekerja di Starbucks adalah menyenangkan. Dalam pengembangan karyawan Starbucks memberikan training kepada karyawan dalam pembuatan kopi, pemilihan bahan baku kopi, hingga pengembangan bisnis.

  1. Growth
Karyawan termotivasi dengan Starbucks memberikan kompensasi berupa pembagian keuntungan kepada karyawan. Motivasi karyawan tercipta dengan mereka bekerja dengan lingkungan yang menciptakan kenyamanan dan disertai dengan penambahan bonus berupa pendapatan atas hasil bagi saham. 


The Hawthorne Studies

Kontribusi penting dalam pengembangan teori OB adalah dilakukannya penelitian yang dikenal dengan The Hawthorne Studies. Penelitian ini dimulai pada tahun 1924 sampai dengan awal 1930-an. Penelitian dilakukan di Western Electric Company Works in Cicero, Illinois. Penelitian ini menguji dampak berbagai tingkat pencahayaan terhadap produktifitas kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan membagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dimana karyawan bekerja pada berbagai variasi intensitas pencahayaan, sedangkan kelompok kontrol bekerja pada intensitas pencahayaan yang konstan.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa peningkatan tingkat intensitas pencahayaan pada kelompok eksperimen, menghasilkan peningkatan baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Kemudian, jika intensitas pencahayaan dikurangi pada kelompok eksperimen, produktifitas tetap meningkat baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Produktifitas baru menurun pada kelompok eksperimen hanya ketika tingkat pencahayaan dikurangi sampai seperti terang bulan dimalan hari (remang-remang). Apa yang dapat diungkap dari hasil penelitian yang tidak seperti yang diperkirakan ini? Para enginners tidak dapat mengungkapkan apa yang mereka saksikan dari penelitian tersebut, tetapi menyimpulkan bahwa intensitas pencahayaan tidak berpengaruh langsung terhadap produktifitas kelompok, dan “sesuatu yang lain” memiliki kontribusi terhadap produktifitas kelompok, namun mereka tidak dapat menunjukkan dengan tepat, “sesuatu yang lain” itu apa.

Pada tahun 1927 para enginners Western Electric tersebut bertanya kepada Elton Mayo, profesor dari Harvard University, dan melakukan study bersama. Kerjasama tersebut berlangsung sampai dengan 1932. Selama kurun waktu tersebut melakukan sejumlah eksperimen tentang berbagai desain pekerjaan. Perubahan pada hari kerja, lama minggu kerja, awal masa istirahat, dan rencana gaji individual dan kelompok. Misalnya, mereka melakukan satu eksperimen yang didesain untuk mengevaluasi satu kelompok yang dibayar dengan sistem insentif dan pengaruhnya terhadap produktifitas kerja. Hasilnya mengindikasikan bahwa rencana insentif kurang memberikan pengaruh terhadap produktifitas kerja, dibandingkan dengan pemberian tekanan pada kelompok, penerimaan, dan keamanan kerja. Para peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial dan standar-standar kelompok adalah kunci utama untuk meningkatkan perilaku kerja individual.

Dalam ‘Hawthorne Experiment’ penelitian oleh Pugh & Hickson (1989) dan Elton Mayo (1933) menyimpulkan para peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial dan standar-standar kelompok adalah kunci utama untuk meningkatkan perilaku kerja individual. Para akademisi umumnya setuju bahwa hawthorne studies merupakan hasil penelitian yang hebat yang memberikan petunjuk pada kepercayaan manajemen terhadap peran perilaku manusia di organisasi. Mayo menyimpulkan bahwa perilaku dan berbagai kebutuhan individu adalah saling berhubungan, kelompok secara signifikan mempengaruhi perilaku individual. Standar kelompok secara signifikan mempengaruhi hasil kerja individual, dan uang merupakan faktor yang kurang memberikan pengaruh terhadap perilaku individual dibandingkan dengan standar-standar kelompok. Kesimpulan ini menjadi rujukan baru dalam pengelolaan faktor-faktor perilaku manusia dalam organisasi dan dalam pencapaian tujuan. Jika manajer memberikan lingkungan kerja yang cocok dan mempertimbangkan setiap kebutuhan pribadi maka akan memberikan rasa kepuasan, daripada gaji yang lebih tinggi atau bonus. Pekerja didorong untuk lebih bekerja keras dan efisien. Jika manager sebuah perusahaan tidak melihat mempertimbangkan sebuah individu dari sisi kebutuhan dan keinginan dan memberlakukan hal yang sama akan muncul istilah“maximise payment and minimise effort”. Hal ini membuat perusahaan akan mendapatkan sorotan mengenai insentif dan akan muncul sebuah pertanyaan bagaimana insentif yang tidak bersifat finasial akan menjadi yang terpenting dalam dunia bisnis kedepannya.

Bagaimana di Starbucks? Dalam bukunya Starbucks Experience dijelaskan bahwa Starbucks memiliki budaya perusahaan unik yang meningkatkan perilaku kerja individual. Para pemimpin dalam perusahaan ini menciptakan sebuah budaya unik bagi para karyawan di mana pemberdayaan, kewirausahaan, kualitas, dan pelayanan dianggap sebagai nilai-nilai perusahaan.

Howard Schultz membangun budaya Starbucks yang banyak memenangi penghargaan. Starbucks Corporation go public pada Juni 1992. Di hari pertama perdagangan, sahamnya ditutup pada $21,50 naik dari harga pembukaan $17. Dan Schultz membagikan keuntungan dalam bentuk saham kepada siapapun yang bekerja di perusahaan selama 20 jam per minggu atau lebih termasuk mereka yang berdiri di belakang konter di kedai Starbucks lokal. Dengan adanya pembagian ini para karyawan menjadi tersadar akan pentingnya hubungan langsung antara kerja keras mereka dan ksuksesan bisnis perusahaan.

Namun kenikmatan yang diterima karyawan Starbucks jauh melebihi sekadar saham dan asuransi kesehatan. Para karyawan juga diberi pelatihan ekstensif dalam hal pengetahuan produk, prinsip panduan untuk sukses, pemberdayaan personal, dan pentingnya menciptakan pengalaman yang hangat bagi para pelanggan. Starbucks secara konsisten lebih banyak mendanai pelatihan dari iklan.

Tingkat retensi karyawan yang berhasil dicapai Starbucks, sebelumnya tidak pernah ditemukan dalam sektor restoran cepat saji. Menurut sejumlah laporan, tingkat turnover pegawai Starbucks lebih rendah 120% dibanding tingkat rata-rata dalam industri tersebut. Menurut Hewitt Associates Starbucks Partner View Survey tingkat kepuasan kerja karyawan Starbucks mencapai 82%.

Pemimpin Starbucks berkomitmen untuk menyediakan sebuah lingkungan kerja yang hebat dan memperlakukan satu sama lain dengan penuh rasa hormat dan bermartabat. Rasa hormat yang diberikan pemimpin pada karyawan sering tercermin dalam cara karyawan menghormati dan menciptakan pengalaman antara satu sama lain. 


Delegasi

Tingkat tertinggi di dalam peran serta karyawan (empowerment) ada delegasi, yaitu suatu proses untuk memberikan wewenang untuk pengambilan keputusan kepada bawahan.

Berikut faktor – faktor  yang terkait dengan delegasi yang baik, yaitu :
1.    Karyawan memiliki kompetensi
2.    Karyawan juga terlibat dalam tugas manager
3.    Manager memiliki hubungan yang berkelanjutan dan positif dengan  karyawannya
4.    Bawahan juga berperan sebagai supervisor

Kesimpulan

1.     Starbucks adalah kafe kopi didirikan oleh Jerry Baldwin, Zev Siegl, and Gordon Bowker (kemudian diambil alih oleh Howard Schultz) pada tahun 1971 yang bermula dari Seattle sampai akhirnya pada tahun 2002 berkembang menjadi 5688 outlet yang tersebar di 30 negara.

2.     Selain menyediakan kualitas kopi yang baik Starbucks juga dikenal dengan pelayanan konsumennya yang memuaskan. Hal ini didukung terutama karena Starbucks sangat memperhatikan kepuasan karyawannya. Dimana karyawan Starbucks atau yang lebih dikenal sebagai 'barista’. diposisikan menjadi team terdepan dan mengetahui apa kebutuhan dari konsumen.

3.     Besaran Turnover untuk pegawai di Starbucks berkisar 65%, dan untuk level manager sebesar 25%. Lebih rendah dibawah rata-rata industri yang sejenis. Dalam Starbucks dan industri lain yang sejenis sistem sudah berjalan dengan baik sehingga siapapun karyawan akan keluar atau masuk tidak akan menjadikan suatu masalah di Starbucks.

4.      Dalam buku "The Starbucks Experience" perusahaan Starbucks memberikan 5 prinsip yang ditanamkan kepada karyawan yaitu : Lakukan dengan Cara Anda – (Make it Your Own), Semuanya Penting – (Everything Matters), Kejutan dan Kesenangan – (Surprise and Delight), Terbuka Terhadap Kritik – (Embrace Resistance), Leave Your Mark. Prinsip ini mendukung motivasi karyawan Starbucks untuk memberikan pelayanan terbaik bagi konsumennya.

5. Teori motivasi Hezberg digunakan sebagai pendekatan bagaimana Starbuck memotivasi karyawannya. Dalam teori motivasi Hezberg dijabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi Dissatisfaction yaitu : Company policy, Supervision, Relationship with Boss, Work conditions, Salary dan Relationship with Peers. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Satisfaction adalah : Achievment, Recognition, Work itself, Responsibility, Advancement dan Growth.

6.      Dalam Hawthorne Studies menyebutkan bahwa standar kelompok secara signifikan mempengaruhi hasil kerja individual, dan uang merupakan faktor yang kurang memberikan pengaruh terhadap perilaku individual dibandingkan dengan standar-standar kelompok. Jika manajer atau perusahaan memberikan lingkungan kerja yang cocok dan mempertimbangkan setiap kebutuhan pribadi maka akan memberikan rasa kepuasan, daripada gaji yang lebih tinggi atau bonus. Di Starbucks, para pemimpin berkomitmen untuk menyediakan sebuah lingkungan kerja yang hebat dan memperlakukan satu sama lain dengan penuh rasa hormat dan bermartabat. Rasa hormat yang diberikan pemimpin pada karyawan sering tercermin dalam cara karyawan menghormati dan menciptakan pengalaman antara satu dengan yang lain.

Referensi
  1. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, ” Organizational Behavior,” McGraw-Hill, United States 2010.
  2. Joseph A. Michelli, “The Starbucks Experience – 5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa,” Penerbit Esensi (Erlangga Group) 2007.
  3. http://www.netmba.com/mgmt/ob/motivation/herzberg/

3 komentar:

Andre Setiawan Blogs mengatakan...

nice mr lingga

www.MyLiteratur.blogspot.com mengatakan...

Nice Article :)

Blogger mengatakan...

SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<






SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<