Kamis, 08 Desember 2011

Entrepreneur's Organizational Behaviour


Abstrak

Perjalanan entrepreneur untuk mencapai kesuksesan jangka panjang bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai permulaan seorang atau sekelompok entrepreneur harus memiliki visi bagi perusahaan yang didirikannya. Mereka harus memiliki paling tidak produk yang inovatif untuk bisa dilirik pasar, memiliki pasar yang membeli produk mereka, dan memiliki kestabilan kas sehingga bisa terus survive. Enterpreneur juga harus mempersiapkan organisasinya untuk sewaktu-waktu membesar karena permintaan pasar yang meledak. Mendelegasikan pekerjaannya ke karyawan baru. Membuat sistem yang jelas pada setiap proses produksi. Dan merubah bentuk organisasinya agar lebih efektif. “Life like a Roller coaster”  adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kejadian sehari-hari yang dialami entrepreneur untuk mencapai kesuksesan usahanya.

Dalam bahasan Organizational Behaviour (OB) banyak sekali materi-materi yang bisa dipelajari oleh seorang Entreprenur untuk mencapai kesuksesan. Kita ambil tiga poin besar materi  yang berkaitan dengan OB dan berguna untuk mencapai sustainability profit bagi enterpreneur. Yaitu pentingnya membangun tim handal dan delegasi, pentingnya menciptakan keteraturan dan membangun sistem, dan prosedur Change Management yang berbuah kesuksesan.Beberapa materi sudah saya tuliskan di tulisan sebelumnya dengan judul Tantangan Entrepreneur Indonesia Mencapai Sustainability Profit dan pada tulisan ini akan lebih ditekankan pada organisasi perusahaan yang dibentuk oleh entrepreneur.

Membangun Tim yang Handal

Seorang Enterpreneur harus berani mendelegasikan pekerjaannya kepada orang lain untuk mengurangi keterlibatannya di semua proses perusahaan dan juga dalam satu waktu membangun kemampuan karyawan.

Yang dibutuhkan pada proses delegasi adalah sikap seorang enterpreneur sebagai mentor dan terjadi komunikasi yang baik antara enterprenur sebagai pemilik dengan karyawan, bukan instruksi satu arah yang mengacuhkan masukan dari karyawan. Dengan komunikasi seperti ini diharapkan karyawan pun turut memberikan kontribusi demi proses majunya sebuah perusahaan. Berikut poin-poin untuk membangun sebuah tim yang handal.

  1. Jobs Description. Kejelasan fungsi dari setiap karyawan harus dipahami oleh setiap karyawan kalau perlu sejak saat interview-pun karyawan mengerti apa yang menjadi tugasnya apabila diterima.
  2. Melakukan evaluasi. Evaluasi dari setiap tugas dalam tim diperlukan untuk melakukan perbaikan atau menghindari kesalahan yang terjadi secara berulang.
  3. Deskripsikan Waktunya. Deskripsikan waktu yang diperlukan bagi sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah tugasnya. Evaluasi lagi dengan tim apabila sebuah tugas tidak dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditargetkan.
  4. Deskripsikan Outputnya. Deskripsikan output yang diinginkan oleh customer ke tim kita. Lakukan koordinasi dalam setiap proses agar output sesuai yang diinginkan. Sekali-sekali bawalah tim keluar kantor untuk bertemu dengan customer agar memahami keinginan customer.
  5. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja sangat mempengaruhi kinerja tim. Lingkungan kerja yang nyaman tentunya membuat tim akan betah bekerja.
  6. Memberikan tanggung jawab beserta kewenangannya. Setiap tanggung jawab pasti diikuti dengan kewenangan. Semakin besar tanggung jawab yang kita diberikan maka semakin besar pula kewenangannya.
  7. Pelaporan akan progress. Pelaporan sangat perlu untuk mengukur tingkat pencapaian. Sebuah tim dikondisikan untuk melaporkan setiap progress yang dicapai dengan begitu enterpreneur akan dapat menilai kinerja dari tim-nya.
Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki dalam bukunya “Organizational Behaviour” terdapat beberapa barrier bagi seseorang untuk melakukan delegasi diantaranya adalah :
  1. Beberapa kekeliruan dari jargon “If you want it done right, do it by yourself” 
  2. Rendahnya kepercayaan kepada karyawan atau bawahan 
  3. Takut dianggap sebagai pemalas 
  4. Deskripsi pekerjaan yang tidak jelas 
  5. Ketakutan munculnya kompetisi dari bawahan 
  6. Keengganan untuk bergantung pada orang lain 
  7. Tidak adanya contoh pendelegasian yang baik dari bos atau sesama entrepreneur
Dalam riset yang dilakukan oleh State University of New York di Albany beberapa pendelegasian yang sukses didukung oleh beberapa faktor antara lain : 
  1. Karyawan memiliki kompetensi yang bagus 
  2. Karyawan berbagi pekerjaan dengan manajer/entrepreneur 
  3. Manajer/entrepreneur memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya 
  4. Karyawan juga melakukan supervisi sendiri
Setelah Tim terbentuk perlu adanya komunikasi yang rutin untuk membangun kerjasama yang bagus menuju visi dan misi perusahaan. Berikut kondisi-kondisi yang dapat merusak sebuah tim :
  1. Tidak ada rasa percaya (tidak saling terbuka)
  2. Seolah-olah tidak ada rasa konflik
  3. Tidak ada komitmen
  4. Penghindaran tanggung jawab
  5. Tidak kepedulian terhadap hasil
  6. Bersifat Acuh
  7. Menutupi kelemahan diri sendiri

Real Story : Mike Markulla - Apple's Angel Investor


Gambar 1 Mike Markulla saat meminjamkan uang kepada Steve Jobs
Ketika Apple I sedang dalam proses penjualan, Wozniak telah bekerja untuk komputer yang lain Apple II. Mesin ini memiliki fitur spesial yang tidak dimiliki oleh mikrokomputer sebelumnya dan menjadikannya tahap-tahap yang sangat berarti dalam perkembangan komputer.


Jobs dan Wozniak berfirasat bahwa terdapat pasar potensial untuk komputer baru mereka, tetapi mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki modal yang cukup untuk untuk membuat mesin tersebut. Dan mereka mencoba menjual komputer ke beberapa perusahaan yang sudah mapan seperti Atari, HP dan MOS Tech, dan seperti pada umumnya, ditolak. Dan mereka  mencari pemodal ventura untuk memproduksi komputer mereka sendiri singkat cerita Steve Jobs bertemu Mike Markkula, seorang marketing manager di Fairchild dan Intel.


Markkula berumur 38 tahun, tetapi pensiun dengan cepat dikarenakan dia sudah memiliki jutaan dollar dalam bentuk stock option di intel. Dia diundang ke garasi Jobs dan tertarik dengan project tersebut.


Markkula sebelumnya adalah marketing di intel. Markula tertarik pada visi Apple agar komputer dapat dimiliki disetiap rumah dan kantor. Dan dia tahu benar bahwa perusahaan baru ini membutuhkan sebuah bisnis plan yang matang dan dia tahu benar sebuah perusahaan baru membutuhkan marketing yang baik. Pada tahun 1977 Markkula memutuskan untuk bergabung dengan Jobs dan Wozniak, dia menginvestasikan uangnya sebesar $250.000 ($80.000 sebagai saham dan $170.000 sebagai pinjaman) dan memberikan kemampuan marketingnya, dan mendapatkan sepertiga saham Apple Computer.


Keputusan Markkula selanjutnya memberikan dampak yang besar pada sejarah kemajuan Apple berikutnya, Markkula bertanggung jawab atas bisnis proses dari Apple dan hal-hal yang perlu dilakukan Apple untuk membuatnya menjadi perusahaan yang sukses. Kemampuan Markkula sebelumnya sangat penting bagi Apple, dimana kita ketahui saat itu Woz an Jobs tidak ada pengalaman bisnis sama sekali. Kemampuan ini sangat penting bagi perusahaan start up yang berteknologi tinggi. Banyak perusahaan start up di Silicon Valley yang mengalami kegagalan dikarenakan beberapa pendirinya hanya terdiri dari engineer, dimana kehilangan kontrolnya saat mereka tidak dapat memenuhi permintaan produk yang meroket.


Menciptakan Keteraturan dengan Membangun Sistem

Untuk mencapai sustainability profit diperlukan keteraturan dalam perusahaan. Keteraturan yang diperlukan antara lain :

  1. Keteraturan dalam meng-enabling karyawan. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya seorang enterpreneur harus berani untuk mendelegasikan pekerjaannya. Dibutuhkan perubahan mental seorang enterpreneur dari komandan untuk menjadi pelatih. Kemudian lakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun tim yang handal.
  2. Keteraturan dalam pencatatan keuangan. Keluar masuk uang akan sering terjadi dan pencacatan yang teratur dapat digunakan sebagai indikator sehat atau tidaknya sebuah perusahaan. Paling tidak seorang enterpreneur harus mengetahui berapa minimum transaksi yang dibutuhkan agar biaya operasional per tahun tertutupi. Atau berapa minimum penjualan per bulan agar keuntungan atas penjualan selama setahun terpenuhi.
  3. Keteraturan dalam produktivitas waktu. Dengan memetakan aktivitas dalam proses produksi kita dapat memperhitungkan kira-kira berapa lama waktu delivery dari setiap project atau proses produksi dari sebuah produk. Tetapi kebanyakan customer akan meminta waktu delivery lebih pendek dari waktu yang dibutuhkan sehingga seorang enterpreneur harus benar-benar pintar dalam mengatur produktivitas waktu. Sebenarnya setiap proses dapat disederhanakan ke dalam empat poin yaitu :

  • Aktivitas segera dan penting. Sebagai contoh pengiriman barang pesanan dari customer. Apabila tidak segera dilakukan maka customer kecewa dengan produktivitas perusahaan kita.
  • Aktivitas segera dan tidak penting. Sebagai contoh menerima telepon adalah termasuk segera tetapi tidak semua telepon yang masuk adalah penting bagi usaha kita.
  • Aktivitas tidak segera tetapi penting. Aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan dan strategi adalah penting untuk keberlanjutan usaha dan juga penentuan visi dan misi dari perusahaan. Beberapa porsi aktivitas segera dan penting dapat dikurangi dengan perencanaan yang lebih baik. Seperti restoran cepat saji makanan sudah tersedia sehingga pembeli tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan makanan pesanannya.
  • Aktivitas tidak segera dan tidak penting


  1. Keteraturan dalam delivery produk . Yang dimaksud dengan keteraturan disini adalah menjaga kualitas mutu produk, ketepatan waktu dalam delivery, dan juga layanan purna jual yang baik. Berikut adalah beberapa poin untuk menjamin kualitas produk :

  • Memiliki daftar top list komplain. Komplain yang membangun dapat menjaga kualitas produk.
  • Menciptakan standar untuk bahan baku, proses, kapabilitas karyawan dan juga suplier.  

Change Management

Setiap perusahaan pasti mengalami perubahan. Sudah banyak buku-buku, artikel-artikel yang membahas tentang tidak dapat dibendungnya perubahan ini. Kenapa harus berubah? Karena perilaku pelanggan berubah, strategi pesaing juga berubah, teknologi berubah sangat cepat maka mau tidak mau, perusahaan harus berubah.

Tulisan bagus mengenai perubahan pernah ditulis oleh Rhenald Kasali, Ph.D dengan bukunya yang berjudul cHaNgE!. Buku ini memaparkan fakta yang sukar untuk dibantah, kisah demi kisah dipaparkan yang membuat kita berpikir bahwa perubahan itu suatu keharusan, benar-benar membukakkan mata, kalau kita tidak berubah kita akan tergilas, sebab perubahan mau tidak mau pasti akan terjadi.Buku tersebut juga menceritakan perusahaan Garuda Indonesia yang sebelumnya mendapat penghargaan namun beberapa tahun kemudian sempat jatuh dan berhasil bangkit kembali setelah berhasil melakukan perubahan. diceritakan pula restrukturisasi PT. Dirgantara Indonesia bagaimana jayanya menjadi jatuh dan bangkit kembali setelah melakukan perubahan pula. Dikisahkan pula  berkat Martin Luther king, kaum sipil Amerika menikmati persamaan hak. Dikisahkan pula Lee kuan yew yang berhasil merubah Singapura yang mana saat itu keadaanya memprihatinkan dan tidak ada kekayaan alam menjadi sekarang salah satu negara terkaya di dunia.

Di dunia enterpreneur perubahan lebih mudah dilakukan, karena perusahaan masih kecil, masih lincah dan tidak membawa beban yang besar seperti perusahaan-perusahaan besar. Itulah salah satu keuntungan bagi enterpreneur. Meskipun beberapa perubahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan enterpreneur dimaksudkan untuk menjadi besar atau menghindari keterpurukan. Bukanlah hal yang tidak memungkinkan bagi perusahaan besar untuk melakukan perubahan meskipun effortnya lebih besar. 

Real Story : Strategi Andal Menaklukkan Industri Software

Gambar 2 Indra saat peluncuran produk Andal PayMaster2011
Sebutlah Indra Sosrodjojo seorang Technopreneur asal Indonesia yang berani konsisten di industri software dari tahun 1988 sampai saat ini. Pada awal didirikannya Andal Software,  Indra hanya menjual hardware dan melayani jasa pembuatan software. Yang kerap disebut sebagai pekerjaan “menjahit.”  Beberapa tahun kemudian Indra beralih menjadi penjual produk perangkat lunak secara ritel, aplikasi akutansi dan kebutuhan beberapa kasir.

Beberapa tahun kemudian untuk meningkatkan revenue perusahan Andal beralih ke segmentasi korporasi dan enterprise software. Produk yang dikeluarkan lebih mengarah pada “niche market” yaitu software HR dan payroll dimana terdapat aplikasi PPh 21 didalamnya.

Apa mau dinyana produk yang dikeluarkan Andal kurang sempurna dan terdapat banyak bug. Pembenahan produk mendorong Andal Software menggabungkan 2 model bisnis : produsen dan servis sekaligus. Padahal kedua model tersebut tidak dapat digabung lantaran basis operasinya berbeda. Service membuat Andal Software harus mengalokasikan resources (waktu dan tenaga) untuk memenuhi permintaan klien yang ingin produknya dibenahi, yang acap kali diimbuhi dengan kustomisasi.

Andal Software pun limbung, operasinya menjadi tidak efisien. Produk yang tidak sempurna menyedot waktu untuk perbaikan, yang semestinya dialokasikan untuk menciptakan pengembangan produk yang lebih baik lagi. Produk yang tidak excellent juga melahirkan uncontrollable cost (biaya-biaya yang tidak diduga sebelumnya) ketika dilakukan pembenahan. Andal gagal menunggangi gelombang enterprise software dan terancam kebangkrutan.

Turn Arround

Meski pernah mengalami putus asa, Indra menghadapi kenyataan dan melakukan Turn Arround. Indra bertumpu pada tiga tahap dalam melakukan turn arround yaitu pertama : stabilisasi, kedua : fix the problem (membenahi persoalan), dan ketiga : tumbuh secara berkelanjutan.



Langkah pertama yang dilakukan Indra adalah stabilisasi baik itu stabilisasi keuangan agar perusahaan tidak terus terpuruk dan akhirnya karam. Indra melihat pemasaran ke klien begitu kencang sementara produk belum memuaskan. Akibatnya permintaan klien untuk menangani bug demikian derasnya dan resource pun tersita. Langkahnya adalah menghentikan pemasaran, menyetop permintaan kustomisasi, dan memilah pekerjaan. Jumlah karyawan pun di pangkas. Efektifitas dan efisiensi menjadi kunci pada tahap ini. Tujuannya agar kondisi keuangan tidak semakin parah.

Langkah kedua adalah Fix the problem. Akar permasalahan terletak pada dua hal : produk yang tidak excellence, serta model bisnis yang menggabungkan posisi sebagai produsen dan pelaku services dalam satu atap. Solusinya : memperbaiki produk dan membenahi model bisnis karena terkait dengan aspek revenue serta cost. Produk ambisius yang besar tetapi gagal dipasaran karena terdapat banyak bug, dipecah dan diambil komponen terkuatnya untuk dijadikan produk tersendiri. Kemudian dari sisi model bisnis diputuskan Andal sepenuhnya menjadi produsen , tidak lagi menangani aspek kustomisasi produk.

Solusi ini berhasil membawa Andal lepas dari keterpurukannya, tetapi diperlukan langkah-langkah selanjutnya yang bisa membuat perusahaan benar-benar bisa tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Langkah ketiga adalah terus meluncurkan produk-produk baru yang lebih kuat dari sisi fitur dan value proposition. Hasilnya Indra berhasil membawa Andal Software melakukan turn arround dan tumbuh lebih kuat dari sebelumnya.

Daftar Pustaka

1.    Lingga Wardhana dan Nuraksa Makodian, “Technopreneur,” Penerbit Elexmedia Komputindo, Jakarta 2010.
2.    Teguh S. Pambudi, “Riding the Wave : Strategi Andal Menaklukkan Industri Software, “ Penerbit Elexmedia Komputindo, Jakarta 2010.
3.    O.C Ferrel, Geoffrey A. Hirt dan Linda Ferrell, ” Business A Changing World,” McGraw-Hill, United States 2009.
4.    Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, “Organizational Behavior,” McGraw-Hill, United States 2010.
5.    Fauzi Rahmanto, “5 Rahasia Besar untuk Sukses Berbisnis UKM,” Talkshow Radio Trijaya FM Bandung.
6.    www.wikipedia.org

Tidak ada komentar: