Sabtu, 24 September 2011

Tantangan Branding bagi Industri Manufaktur di Asia


Dalam kurun waktu seperempat abad terakhir, Asia muncul sebagai industri manufaktur terbesar di dunia. Tetapi di sisi lain kegiatan value added seperti pengembangan, riset, desain, dan juga branding malah cenderung menurun. Tidak adanya value added ini mengikis margin yang diperoleh oleh industri manufaktur dan memicu sebagian eksekutif di Asia untuk mendesain, melakukan branding dan juga melakukan marketing untuk produk mereka sendiri.

Sampai saat ini transisi dari orientasi manufaktur menjadi pemilik brand sudah berhasil dilakukan oleh industri di negara Jepang dan Korea. Di negara-negara Asia lainnya termasuk raksasa industri China dan India, masih sedikit sekali brand-brand yang mendunia. Pada kenyataannya tidak terdapat satupun brand Asia yang menempati 100 top brand dunia pada tahun 2008 kecuali dari Jepang dan juga Korea.



Tulisan ini akan membahas secara mendalam tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh industri manufaktur Asia untuk menjadi pemilik brand dan juga bagaimana untuk sukses mengatasi tantangan-tantangan tersebut. 

1. Dilema Branding

Pada akhir dekade ini telah terjadi pergeseran nilai dari industri manufaktur ke industri yang lebih terfokus pada desain, marketing dan customer service. Hal ini berbeda dengan masa-masa saat revolusi industri dimana manufaktur adalah hal yang utama dari setiap perusahaan. 

Namun 25 tahun terakhir manufaktur tidak menjadi nilai utama lagi. Dimana produk high quality sudah dapat diproduksi dimana pun. Dan para pebisnis  Eropa merelokasi pabrik-pabriknya ke negara-negara Asia seperti China, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam dimana upah pekerja lebih kecil dan mereka cenderung lebih fokus kearah desain, marketing, distribusi dan service.

1.1 Tantangan di sisi Marketing
    Berikut tiga poin penting dari sisi marketing hal-hal yang akan dihadapi oleh branders baru dari Asia   
  • Kebanyakan pendatang baru dari Asia sudah kalah start dibandingkan branding-branding dari Eropa dan Amerika yang telah malang melintang puluhan tahun di bisnisnya. 
  • Keinginan customer saat ini sangat tinggi dimana pada era globalisasi ini produk dari manapun dapat memasuki pasar dan customer memiliki kebebasan untuk memilih produk yang sesuai keinginannya.
  • Beberapa customer telah mengalami user experience yang sangat tinggi sehingga sangat sulit bagi-bagi produk Asia untuk menyainginya. Produk-produk berkualitas tinggi seperti Apple, BMW, IKEA, Louis Vuitton, Sony dan Zara sulit disaingi kualitasnya oleh produk-produk Asia.

1.2 Tantangan di sisi Industri
Berikut tiga poin penting dari sisi perusahaan hal-hal yang akan dihadapi oleh branders baru dari Asia

  • Kebanyakan perusahaan Asia terutama bisnis keluarga berangkat dari bisnis trading yang fokus pada perputaran barang cepat dengan margin rendah. Ketika beralih jalur ke industri manufaktur perusahaan ini tidak fokus pada riset dan inovasi sehingga jauh tertinggal dengan perusahaan-perusahaan Eropa yang dengan inovasinya yang menguasai sektor ketenagaan, telekomunikasi, elektronik, penerbangan dan industri otomotif.
  • Kesenjangan yang tinggi antara atasan-bawahan, khususnya pada perusahaan keluarga yang bertindak diktator dan sedikit sekali membuka kesempatan untuk perbedaan pendapat. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan Eropa, Jepang dan Korea.
  •     Sedikit sekali kemauan untuk berinvetasi di market research

2. Asia Sebagai Pusat Industri Manufaktur Dunia

Asia khusunya china menjadi pusat industri manufaktur dunia saat ini. Sebanyak 170 kategori produk konsumer dunia diproduksi oleh China termasuk televisi, mesin cuci, AC, microwave dan sepeda motor. 

China memproduksi 70% dari seluruh mainan di dunia, 60% sepeda, 50% sepatu 50% oven microwave dan sepertiga televisi dan AC di dunia. Ekspor China dikontrol oleh perusahaan asing yang berlokasi di Jepang, Korea, Taiwan, USA, Eropa dan Asia Tenggara.

3. Komoditas dan Margin yang rendah

Karena dianggap sebagai komoditas, margin untuk industri manufaktur bisa sangat ditekan. Sebagai contoh laba kotor pada industri manufaktur alat-alat elektronik turun dari  10.1% di tahun 1997 menjadi 6.7% di tahun 2002. Sehingga laba bersih hanya sekitar 1.3% sampai 2.3% antara tahun 1997 sampai tahun 2000. Biaya untuk bahan habis pakai mencapai 80% - 85% dari harga jual.

Sebagai contoh Boneka Barbie seharga $10 diimpor dari China seharga $2 dimana industri manufaktur hanya memperoleh keuntungan $0.35 dari biaya produksi sebesar $1.65. Sehingga keuntungan paling tinggi hanya sebesar $2 jauh dibawah perusahaan-perusahaan yang melakukan merelokasi pabriknya ke China dan melakukan kegiatan desain, marketing dan distribusi secara tersendiri.

4. Motivasi Melakukan Branding

Eksekutif di Asia percaya bahwa melakukan sendiri penjualan ke customer adalah jalan keluar dari jebakan margin rendah industri manufaktur. Dimana dengan melakukan penjualan sendiri perusahaan-perusahaan Asia tersebut dapat menentukan sendiri harga yang tepat untuk produknya dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 

Untuk keluar dari jebakan komoditas banyak kontrak industri manufaktur diperbaharui salah satunya adalah Contract Design and Manufacturing (CDM) dan Original Design Manufacturing (ODM). Dimana dengan kontrak ini perusahaan-perusahaan Asia mendapat kesempatan untuk mendesain, memproduksi bahkan melakukan layanan purna jual untuk produknya sendiri.

5. Brand Asia

Sedikitnya produk Asia yang masuk menjadi Best Global Brand, menandakan masih lemahnya strategi branding bagi produk-produk Asia. Pada Best Global Brand hanya Jepang dan Korea saja negara Asia yang behasil menduduki 100 rangking teratas top Brand antara lain adalah Toyota, Honda, Sony, Canon, Nitendo dan Panasonic dari Jepang. Serta produk-produk dari korea yang berhasil menduduki top brand adalah Samsung dan Hyundai.

6. Jalan Menuju Sukses di Branding

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencapai kesuksesan dalam melakukan branding antara lain melakukan akuisisi, kerjasama dan juga menggunakan teknologi ramah lingkungan. Salah satu akuisi terbesar di Asia adalah akuisisi Lenovo atas divisi PC IBM pada bulan Desember 2004 yang menelan biaya 1.75 juta dollar Amerika. Dimana kemudian Lenovo menjadi legenda dan produk yang terkenal di dunia. 

Lenovo sendiri awalnya didirikan tahun 1984 yang digunakan untuk menghalau masuknya industri manufaktur untuk produk-produk luar China. Tetapi setelah memasuki WTO, mulailah bermasukan produk-produk luar China dan membuat tingkat kompetisi semakin tinggi di China. Tetapi berdampak baik bagi perusahaan Lenovo yang terus berkembang sampai saat ini.

7. Mereka yang Sukses dan Tidak

Berikut poin-poin perusahaan yang sukses menempati top brand

7.1 Orientasi pada customer
Perusahaan yang berorientasi pada customer sangat hati-hati dalam menyeleksi karyawannya karena karyawan adalah tombak utama yang dapat menyampaikan keinginan customer kepada perusahaan dan memberikan produk perusahaan sesuai dengan keinginan customer. 

Beberapa to eksekutif di beberapa perusahaan manufaktur Asia yang kebanyakan berlatar belakang finance atau engineer tidak seberapa memperdulikan masalah marketing, bahkan marketing menjadi struktur organisasi yang tersingkirkan disinilah pentingnya perubahan pada sistem perusahaan.

7.2 Orientasi jangka panjang
Perusahaan-perusahaan yang sukses lebih memiliki orientasi jangka panjang, mereka memasukkan kegiatan branding sebagai unsur bisnis yang berlangsung berkesinambungan secara terus menerus bukanlah sebuah proyek yang selesai dalam jangka waktu beberapa bulan. 

Banyak kesalahan-kesalahan dilakukan oleh perusahaan Asia dimana branding berarti merubah logo atau membuat jargon tetapi sebetulnya branding lebih kearah strategi untuk lebih meningkatkan citra perusahaan di keseluruhan customer touch point.

7.3 Fokus pada kualitas dan inovasi
Perusahaan yang sukses pada inovasi dan kualitas terlihat pada perusahaan-perusahaan Jepang dan Korea yang masuk pada top brand list. Awalnya pada tahun 90 an perusahaan-perusahaan tersebut adalah peniru dengan kualitas rendah yang memalukan tetapi sekarang menjadi studi kasus menarik bagi sekolah-sekolah bisnis. 

7.4 Komunikasi dan action oriented
Perusahaan yang sukses melakukan komunikasi yang baik dengan customer dan melakukan follow up. Customer experience sebaiknya direkam dan dianalisis apakah sudah sesuai dengan Key Performance Indicator (KPI), tindakan-tindakan yang memberikan citra baik bagi perusahaan segera dilakukan, berikan skema insentif bagi karyawan yang mendukung kegiatan branding bagi perusahaan, lakukan training pada karyawan yang berhubungan dengan kegiatan marketing.

8. Mengatasi Tantangan Branding

Perubahan untuk menjadi pemimpin Brand adalah hal yang tidak mudah dilakukan bagi perusahaan-perusahaan manufakturing Asia.  Tetapi menurut riset yang tersedia dari perusahaan seperti Samsung, LG dan Matsushita hal tersebut dapat dilakukan.

8.1 Menyiapkan mindset
Dipercayai untuk suatu perubahan menuju kemajuan dibutuhkan perubahan pada mindset karyawan dan organisasi. Perubahan yang tejadi pada Samsung tidak terjadi dalam semalam tetapi membutuhkan lebih dari beberapa dekade. Dipercaya membutuhkan proses untuk mengubah mindset karyawan dari perusahaan contract manufaktur menjadi perusahaan dengan brand dunia.
Pengalaman membuktikan bahwa branding memerlukan proses berkelanjutan tanpa proses selesai yang spesifik, ketimbang sebuah proyek yang selesai pada jangka waktu tertentu. Sehingga sebuah kegiatan branding tidak melulu perubahan logo dan jargon tetapi lebih pada mereview ulang semua kegiatan usaha yang berkaitan dengan customer touch poin. Di dalam banyak industri layer ini dipegang oleh sales dan staff customer office.

8.2 Mendefinisikan strategi
Langkah selanjutnya setelah menyiapkan mindset adalah mendefinisikan strategi. Untuk mendefinisikan strategi perusahaan harus dapat menjawab pertanyaan ini siapa customer perusahaan ? apa kebutuhan laten mereka ? siapa pesaing perusahaan ? dan bagaimana kemampuan pesaing untuk berkompetisi di bidang yang sama ?

Kedua adalah melakukan positioning perusahaan. Yang dimaksud dengan positioning disini adalah tidak hanya hal apa saja yang boleh dilakukan perusahaan tetapi juga hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan. Jika positioning perusahaan telalu samar maka strategi perusahaan juga tidak akan menjadi jelas.

Ketiga protofolio perusahaan juga perlu diorganisir dengan baik sesuai dengan segementasi target. Beberapa pilihan dapat dilakukan untuk membuat protofolio perusahaan (1) Master brand dengan beberapa varian produk dibawah satu brand (2) Beberapa brand kuat untuk setiap produk dibawah satu corporate brand (3) Beberapa hibrida brand yang memiliki beberapa produk dibawah sebuah payung brand.

Keempat adalah mendefinisikan teknik penawaran. Bagi beberapa perusahaan mungkin penawaran adalah proses terakhir yang harus dipikirkan tetapi perlu diingat bahwa penawaran tidak hanya berada di awal saja tetapi menyentuh semua aspek customer touch point dimana didalamnya terlibat proses komunikasi marketing, sales, pembayaran, instalasi dan juga customer service.

8.3 Mengimplementasikan strategi
Strategi harus diikuti dengan implementasi. Implementasi strategi tidak semudah hanya menempatkan logo pada kemasan yang telah tersedia. Beberapa perusahaan mengimplementasikan organisasi matrik dimana organisasi konvensional bersinggungan dengan resposible matrik yang merepresentasikan setiap segmentasi customer atau brand tertentu.
Setelah implementasi perlu adanya monitoring customer experience, termasuk didalamnya customer satisfaction, employee climate surveys, dan audit di customer touch point.

8.4 Brand di internal perusahaan
Pada saat perubahan oraganisasi terjadi pasti banyak pertanyaan di dalam benak karyawan. Apa untungnya bagi saya? Atau apa yang akan terjadi pada saya? Tidak semua orang menyukai perubahan, tetapi dalam proses branding hal ini perlu dilakukan. Internal branding harus dilakukan secara serius hal ini akan membuat brand menjadi lebih kuat dan kokoh diluar perusahaan.

8.5 Memisahkan Unit Bisnis
Beberapa perusahaan yang sebelumnya fokus pada Contract Manufacturing mengalami kesulitan untuk menjadi suplier yang kredible sementara di sisi lain berusaha untuk mengembangkan produk sendiri. Beberapa pengguna industri Contract Manufacturing juga khawatir akan timbulnya persaingan di masa mendatang dan juga khawatir terjadi kebocoran kekayaan intelektual.
Pada saat periode transisi, perusaahan Contract manufacturing masih bergantung finansialnya dari contract bisnis yang digunakan untuk membiayai riset dan pengembangan. Sehingga periode transisi ini dibutuhkan manajemen yang ahli untuk menjaga agar kualitas dari Contract Manufacturing tetap terjaga di sisi lain sigap apabila terdapat celah untuk berkembangnya bisnis baru. 

Berikut beberapa solusinya memisahkan bisnis baru dari bisnis lamanya. Salah sau yang melakukannya adalah BenQ. BenQ tetap menjaga Contract Manufacturing dari Motorola dan Nokia sementara mengembangan bisnis baru dengan brand BenQ.

9. Kondisi Indonesia

Bagaimana kondisi di Indonesia? Di bidang manufaktur Indonesia jelas jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan China. Apalagi di bidang branding merk, produk-produk luar negeri membanjiri pasar Indonesia terutama produk dengan teknologi tinggi.

Tetapi tidak tertutup peluang majunya industri di Indonesia. Dalam sebuah artikel harian Kompas hari Sabtu tanggal 4 Februari 2012, pengusaha China terus meneliti pasar Indonesia. Menurut Vincent Tong, Direktur Senior General Management Office Foxconn International Holdings CoLtd, "Kami telah meneliti pasar Indonesia cukup lama. Potensi investasinya sangat besar yang bisa digarap."


Foxconn adalah salah satu industri yang bergerak di bidang elektronika dengan produksi antara lain iPad, iPhone, HP, Dell, Nitendo, dan Nokia. Produksinya mencapai 100 jutaan unit.


Pemerintah pun terus berupaya untuk menjalin kerjasama dengan China. Indonesia saat ini menjadi mitra utama China di pasar ASEAN.

10. Kesimpulan 

Seperti diketahui industri manufakturing tidak lagi memiliki margin yang tinggi seperti pada saat era revolusi industri. Banyak perusahaan manufaktur Asia mencoba untuk meredefinisi strategi bisnisnya dan merubah strategi untuk mengikuti Jepang dan Korea. Tulisan diatas menunjukkan tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh industri manufaktur Asia. Dapat diambil kesimpulan beberapa perusahaan-perusahaan sukses memiliki strategi untuk merebut hati customer.

Sukses adalah mungkin, tetapi untuk menjadi perusahaan yang sukses dibutuhkan beberapa poin yaitu fokus pada customer, berorientasi masa depan, fokus pada kualitas dan inovasi, dan terakir adalah komunikasi yang baik dan bersegeralah Action.

Ditulis ulang dari : " The branding challenges of Asian manufacturing firms," Business Case, Kelley School Of Business by Andreas Birnik, Anna-Karin Birnik, Jagdish Sheth.

1 komentar:

ahmadpandu mengatakan...

It's an inspirational article. Thank you, iam a startup businessman in garment manufacturing, hopefully i have a bigger dream after this. Cheers