Dalam kurun
waktu seperempat abad terakhir, Asia muncul sebagai industri manufaktur
terbesar di dunia. Tetapi di sisi lain kegiatan value added seperti pengembangan, riset, desain, dan juga branding malah
cenderung menurun. Tidak adanya value
added ini mengikis margin yang diperoleh oleh industri manufaktur dan
memicu sebagian eksekutif di Asia untuk mendesain, melakukan branding dan juga
melakukan marketing untuk produk mereka sendiri.
Sampai saat
ini transisi dari orientasi manufaktur menjadi pemilik brand sudah berhasil
dilakukan oleh industri di negara Jepang dan Korea. Di negara-negara Asia
lainnya termasuk raksasa industri China dan India, masih sedikit sekali
brand-brand yang mendunia. Pada kenyataannya tidak terdapat satupun brand Asia
yang menempati 100 top brand dunia pada tahun 2008 kecuali dari Jepang dan juga
Korea.
Tulisan ini
akan membahas secara mendalam tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh
industri manufaktur Asia untuk menjadi pemilik brand dan juga bagaimana untuk
sukses mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
1. Dilema Branding
Pada akhir
dekade ini telah terjadi pergeseran nilai dari industri manufaktur ke industri
yang lebih terfokus pada desain, marketing dan customer service. Hal ini berbeda dengan masa-masa saat revolusi
industri dimana manufaktur adalah hal yang utama dari setiap perusahaan.
Namun 25
tahun terakhir manufaktur tidak menjadi nilai utama lagi. Dimana produk high quality sudah dapat diproduksi
dimana pun. Dan para pebisnis Eropa
merelokasi pabrik-pabriknya ke negara-negara Asia seperti China, India,
Malaysia, Thailand dan Vietnam dimana upah pekerja lebih kecil dan mereka
cenderung lebih fokus kearah desain, marketing, distribusi dan service.
1.1 Tantangan di sisi Marketing
Berikut
tiga poin penting dari sisi marketing hal-hal yang akan dihadapi oleh branders
baru dari Asia
- Kebanyakan pendatang baru dari Asia sudah kalah start dibandingkan branding-branding dari Eropa dan Amerika yang telah malang melintang puluhan tahun di bisnisnya.
- Keinginan customer saat ini sangat tinggi dimana pada era globalisasi ini produk dari manapun dapat memasuki pasar dan customer memiliki kebebasan untuk memilih produk yang sesuai keinginannya.
- Beberapa customer telah mengalami user experience yang sangat tinggi sehingga sangat sulit bagi-bagi produk Asia untuk menyainginya. Produk-produk berkualitas tinggi seperti Apple, BMW, IKEA, Louis Vuitton, Sony dan Zara sulit disaingi kualitasnya oleh produk-produk Asia.
1.2 Tantangan di sisi Industri
Berikut
tiga poin penting dari sisi perusahaan hal-hal yang akan dihadapi oleh branders
baru dari Asia
- Kebanyakan perusahaan Asia terutama bisnis keluarga berangkat dari bisnis trading yang fokus pada perputaran barang cepat dengan margin rendah. Ketika beralih jalur ke industri manufaktur perusahaan ini tidak fokus pada riset dan inovasi sehingga jauh tertinggal dengan perusahaan-perusahaan Eropa yang dengan inovasinya yang menguasai sektor ketenagaan, telekomunikasi, elektronik, penerbangan dan industri otomotif.
- Kesenjangan yang tinggi antara atasan-bawahan, khususnya pada perusahaan keluarga yang bertindak diktator dan sedikit sekali membuka kesempatan untuk perbedaan pendapat. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan Eropa, Jepang dan Korea.
- Sedikit sekali kemauan untuk berinvetasi di market research
2. Asia Sebagai Pusat Industri
Manufaktur Dunia
Asia
khusunya china menjadi pusat industri manufaktur dunia saat ini. Sebanyak 170
kategori produk konsumer dunia diproduksi oleh China termasuk televisi, mesin
cuci, AC, microwave dan sepeda motor.
China
memproduksi 70% dari seluruh mainan di dunia, 60% sepeda, 50% sepatu 50% oven
microwave dan sepertiga televisi dan AC di dunia. Ekspor China dikontrol oleh
perusahaan asing yang berlokasi di Jepang, Korea, Taiwan, USA, Eropa dan Asia
Tenggara.
3. Komoditas dan Margin yang rendah
Karena
dianggap sebagai komoditas, margin untuk industri manufaktur bisa sangat
ditekan. Sebagai contoh laba kotor pada industri manufaktur alat-alat
elektronik turun dari 10.1% di tahun
1997 menjadi 6.7% di tahun 2002. Sehingga laba bersih hanya sekitar 1.3% sampai
2.3% antara tahun 1997 sampai tahun 2000. Biaya untuk bahan habis pakai
mencapai 80% - 85% dari harga jual.
Sebagai
contoh Boneka Barbie seharga $10 diimpor dari China seharga $2 dimana industri
manufaktur hanya memperoleh keuntungan $0.35 dari biaya produksi sebesar $1.65.
Sehingga keuntungan paling tinggi hanya sebesar $2 jauh dibawah
perusahaan-perusahaan yang melakukan merelokasi pabriknya ke China dan melakukan
kegiatan desain, marketing dan distribusi secara tersendiri.
4. Motivasi Melakukan Branding
Eksekutif
di Asia percaya bahwa melakukan sendiri penjualan ke customer adalah jalan
keluar dari jebakan margin rendah industri manufaktur. Dimana dengan melakukan
penjualan sendiri perusahaan-perusahaan Asia tersebut dapat menentukan sendiri
harga yang tepat untuk produknya dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Untuk
keluar dari jebakan komoditas banyak kontrak industri manufaktur diperbaharui
salah satunya adalah Contract Design and
Manufacturing (CDM) dan Original
Design Manufacturing (ODM). Dimana dengan kontrak ini perusahaan-perusahaan
Asia mendapat kesempatan untuk mendesain, memproduksi bahkan melakukan layanan
purna jual untuk produknya sendiri.
5. Brand Asia
Sedikitnya
produk Asia yang masuk menjadi Best Global Brand, menandakan masih lemahnya
strategi branding bagi produk-produk Asia. Pada Best Global Brand hanya Jepang
dan Korea saja negara Asia yang behasil menduduki 100 rangking teratas top
Brand antara lain adalah Toyota, Honda, Sony, Canon, Nitendo dan Panasonic dari
Jepang. Serta produk-produk dari korea yang berhasil menduduki top brand adalah
Samsung dan Hyundai.
6. Jalan Menuju Sukses di Branding
Beberapa
cara dapat dilakukan untuk mencapai kesuksesan dalam melakukan branding antara
lain melakukan akuisisi, kerjasama dan juga menggunakan teknologi ramah
lingkungan. Salah satu akuisi terbesar di Asia adalah akuisisi Lenovo atas
divisi PC IBM pada bulan Desember 2004 yang menelan biaya 1.75 juta dollar
Amerika. Dimana kemudian Lenovo menjadi legenda dan produk yang terkenal di
dunia.
Lenovo
sendiri awalnya didirikan tahun 1984 yang digunakan untuk menghalau masuknya
industri manufaktur untuk produk-produk luar China. Tetapi setelah memasuki
WTO, mulailah bermasukan produk-produk luar China dan membuat tingkat kompetisi
semakin tinggi di China. Tetapi berdampak baik bagi perusahaan Lenovo yang
terus berkembang sampai saat ini.
7. Mereka yang Sukses dan Tidak
Berikut
poin-poin perusahaan yang sukses menempati top brand
7.1 Orientasi pada customer
Perusahaan
yang berorientasi pada customer sangat hati-hati dalam menyeleksi karyawannya
karena karyawan adalah tombak utama yang dapat menyampaikan keinginan customer
kepada perusahaan dan memberikan produk perusahaan sesuai dengan keinginan
customer.
Beberapa to
eksekutif di beberapa perusahaan manufaktur Asia yang kebanyakan berlatar
belakang finance atau engineer tidak seberapa memperdulikan
masalah marketing, bahkan marketing menjadi struktur organisasi yang
tersingkirkan disinilah pentingnya perubahan pada sistem perusahaan.
7.2 Orientasi jangka panjang
Perusahaan-perusahaan
yang sukses lebih memiliki orientasi jangka panjang, mereka memasukkan kegiatan
branding sebagai unsur bisnis yang berlangsung berkesinambungan secara terus
menerus bukanlah sebuah proyek yang selesai dalam jangka waktu beberapa bulan.
Banyak
kesalahan-kesalahan dilakukan oleh perusahaan Asia dimana branding berarti
merubah logo atau membuat jargon tetapi sebetulnya branding lebih kearah
strategi untuk lebih meningkatkan citra perusahaan di keseluruhan customer touch point.
7.3 Fokus pada kualitas dan inovasi
Perusahaan
yang sukses pada inovasi dan kualitas terlihat pada perusahaan-perusahaan
Jepang dan Korea yang masuk pada top brand list. Awalnya pada tahun 90 an
perusahaan-perusahaan tersebut adalah peniru dengan kualitas rendah yang
memalukan tetapi sekarang menjadi studi kasus menarik bagi sekolah-sekolah
bisnis.
7.4 Komunikasi dan action oriented
Perusahaan
yang sukses melakukan komunikasi yang baik dengan customer dan melakukan follow up. Customer experience sebaiknya
direkam dan dianalisis apakah sudah sesuai dengan Key Performance Indicator (KPI), tindakan-tindakan yang memberikan
citra baik bagi perusahaan segera dilakukan, berikan skema insentif bagi
karyawan yang mendukung kegiatan branding bagi perusahaan, lakukan training
pada karyawan yang berhubungan dengan kegiatan marketing.
8. Mengatasi Tantangan Branding
Perubahan
untuk menjadi pemimpin Brand adalah hal yang tidak mudah dilakukan bagi
perusahaan-perusahaan manufakturing Asia.
Tetapi menurut riset yang tersedia dari perusahaan seperti Samsung, LG
dan Matsushita hal tersebut dapat dilakukan.
8.1 Menyiapkan mindset
Dipercayai
untuk suatu perubahan menuju kemajuan dibutuhkan perubahan pada mindset
karyawan dan organisasi. Perubahan yang tejadi pada Samsung tidak terjadi dalam
semalam tetapi membutuhkan lebih dari beberapa dekade. Dipercaya membutuhkan
proses untuk mengubah mindset karyawan dari perusahaan contract manufaktur menjadi perusahaan dengan brand dunia.
Pengalaman
membuktikan bahwa branding memerlukan proses berkelanjutan tanpa proses selesai
yang spesifik, ketimbang sebuah proyek yang selesai pada jangka waktu tertentu.
Sehingga sebuah kegiatan branding tidak melulu perubahan logo dan jargon tetapi
lebih pada mereview ulang semua kegiatan usaha yang berkaitan dengan customer touch poin. Di dalam banyak
industri layer ini dipegang oleh sales dan staff customer office.
8.2 Mendefinisikan strategi
Langkah
selanjutnya setelah menyiapkan mindset adalah mendefinisikan strategi. Untuk
mendefinisikan strategi perusahaan harus dapat menjawab pertanyaan ini siapa customer perusahaan ? apa kebutuhan
laten mereka ? siapa pesaing perusahaan ? dan bagaimana kemampuan pesaing untuk
berkompetisi di bidang yang sama ?
Kedua
adalah melakukan positioning perusahaan.
Yang dimaksud dengan positioning disini
adalah tidak hanya hal apa saja yang boleh dilakukan perusahaan tetapi juga
hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan. Jika positioning perusahaan telalu samar maka strategi perusahaan juga
tidak akan menjadi jelas.
Ketiga
protofolio perusahaan juga perlu diorganisir dengan baik sesuai dengan
segementasi target. Beberapa pilihan dapat dilakukan untuk membuat protofolio
perusahaan (1) Master brand dengan
beberapa varian produk dibawah satu brand (2)
Beberapa brand kuat untuk setiap produk dibawah satu corporate brand (3) Beberapa hibrida brand yang
memiliki beberapa produk dibawah sebuah payung brand.
Keempat
adalah mendefinisikan teknik penawaran. Bagi beberapa perusahaan mungkin
penawaran adalah proses terakhir yang harus dipikirkan tetapi perlu diingat
bahwa penawaran tidak hanya berada di awal saja tetapi menyentuh semua aspek customer touch point dimana didalamnya
terlibat proses komunikasi marketing, sales, pembayaran, instalasi dan juga
customer service.
8.3 Mengimplementasikan strategi
Strategi
harus diikuti dengan implementasi. Implementasi strategi tidak semudah hanya
menempatkan logo pada kemasan yang telah tersedia. Beberapa perusahaan
mengimplementasikan organisasi matrik dimana organisasi konvensional
bersinggungan dengan resposible matrik yang merepresentasikan setiap segmentasi
customer atau brand tertentu.
Setelah
implementasi perlu adanya monitoring customer experience, termasuk didalamnya
customer satisfaction, employee climate
surveys, dan audit di customer touch point.
8.4 Brand di internal perusahaan
Pada saat
perubahan oraganisasi terjadi pasti banyak pertanyaan di dalam benak karyawan. Apa untungnya bagi saya? Atau apa yang akan
terjadi pada saya? Tidak semua orang menyukai perubahan, tetapi dalam
proses branding hal ini perlu dilakukan. Internal branding harus dilakukan
secara serius hal ini akan membuat brand menjadi lebih kuat dan kokoh diluar
perusahaan.
8.5 Memisahkan Unit Bisnis
Beberapa
perusahaan yang sebelumnya fokus pada Contract
Manufacturing mengalami kesulitan untuk menjadi suplier yang kredible
sementara di sisi lain berusaha untuk mengembangkan produk sendiri. Beberapa
pengguna industri Contract Manufacturing
juga khawatir akan timbulnya persaingan di masa mendatang dan juga khawatir
terjadi kebocoran kekayaan intelektual.
Pada saat
periode transisi, perusaahan Contract
manufacturing masih bergantung finansialnya dari contract bisnis yang
digunakan untuk membiayai riset dan pengembangan. Sehingga periode transisi ini
dibutuhkan manajemen yang ahli untuk menjaga agar kualitas dari Contract Manufacturing tetap terjaga di
sisi lain sigap apabila terdapat celah untuk berkembangnya bisnis baru.
Berikut
beberapa solusinya memisahkan bisnis baru dari bisnis lamanya. Salah sau yang
melakukannya adalah BenQ. BenQ tetap menjaga Contract Manufacturing dari Motorola dan Nokia sementara
mengembangan bisnis baru dengan brand BenQ.
9. Kondisi Indonesia
Bagaimana kondisi di Indonesia? Di bidang manufaktur Indonesia jelas jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan China. Apalagi di bidang branding merk, produk-produk luar negeri membanjiri pasar Indonesia terutama produk dengan teknologi tinggi.
Tetapi tidak tertutup peluang majunya industri di Indonesia. Dalam sebuah artikel harian Kompas hari Sabtu tanggal 4 Februari 2012, pengusaha China terus meneliti pasar Indonesia. Menurut Vincent Tong, Direktur Senior General Management Office Foxconn International Holdings CoLtd, "Kami telah meneliti pasar Indonesia cukup lama. Potensi investasinya sangat besar yang bisa digarap."
Foxconn adalah salah satu industri yang bergerak di bidang elektronika dengan produksi antara lain iPad, iPhone, HP, Dell, Nitendo, dan Nokia. Produksinya mencapai 100 jutaan unit.
Pemerintah pun terus berupaya untuk menjalin kerjasama dengan China. Indonesia saat ini menjadi mitra utama China di pasar ASEAN.
10. Kesimpulan
Seperti
diketahui industri manufakturing tidak lagi memiliki margin yang tinggi seperti
pada saat era revolusi industri. Banyak perusahaan manufaktur Asia mencoba
untuk meredefinisi strategi bisnisnya dan merubah strategi untuk mengikuti
Jepang dan Korea. Tulisan diatas menunjukkan tantangan-tantangan yang akan
dihadapi oleh industri manufaktur Asia. Dapat diambil kesimpulan beberapa
perusahaan-perusahaan sukses memiliki strategi untuk merebut hati customer.
Sukses
adalah mungkin, tetapi untuk menjadi perusahaan yang sukses dibutuhkan beberapa
poin yaitu fokus pada customer, berorientasi masa depan, fokus pada kualitas
dan inovasi, dan terakir adalah komunikasi yang baik dan bersegeralah Action.
Ditulis ulang dari : " The branding challenges of Asian manufacturing firms," Business Case, Kelley School Of Business by Andreas Birnik, Anna-Karin Birnik, Jagdish Sheth.
1 komentar:
It's an inspirational article. Thank you, iam a startup businessman in garment manufacturing, hopefully i have a bigger dream after this. Cheers
Posting Komentar