Oleh : Lingga Wardhana
Saat ini
dunia media sedang dipenuhi dengan euforia berita mobil Kiat Esemka yang lahir
dari Mimpi Sukiyat, pengusaha bengkel mobil dari Klaten, yang bekerja sama
dengan Siswa SMK. Tulisan ini tidak akan membahas lebih lanjut mengenai mobil
Esemka ini atau ikut “nimbrung” untuk memberikan komentar yang mencibir dan atau
mendukung tetapi lebih bagaimana produk lokal dapat diterima baik oleh
orang-orang kita sendiri. Yang kita ketahui saat ini orang-orang Indonesia
senang dengan produk yang berlabel asing. Tetapi itulah tuntutan globalisasi
tidak terasa kita sudah bergulat di dalamnya. Produk-produk luar negeri
berhamburan memenuhi pasar Indonesia.
Dulu waktu
zaman orde baru penulis sangat bangga dengan IPTN. Dengan produk pesawatnya dan
juga dengan sosok BJ Habibie. Yang kemudian pada tahun 2000 direstrukturisasi
dengan nama PT. Dirgantara Indonesia dan tidak terdengar gaungnya lagi sampai
saat ini. Penulis membayangkan lapangan kerja yang dapat dibuka apabila proyek
pembelian 230 unit pesawat Boeing oleh maskapai pesawat Lion Air akhirnya jatuh
ke pesawat dalam negeri produksi IPTN apabila perusahaan tersebut masih
produktif sampai saat ini.
Penulis
juga ingat ada mobil Timor yang dimaksudkan untuk menjadi Mobil Nasional jauh
sebelum mobil Esemka muncul. Tetapi karena keruntuhan masa orde baru saat itu
berimbas juga pada keruntuhan mobil nasional Timor.
Apakah
Indonesia memang sudah ditakdirkan untuk
tidak bisa mengkreasikan sebuah produk dan hanya bergantung pada produk-produk
luar saja. Jawaban penulis tidak, mungkin jawaban pembaca sekalian juga sama.
Kemudian apa yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan Nasionalisme dan Produk
Lokal. Semua perubahan berawal dari diri sendiri dari lingkungan yang paling
kecil kemudian meluas ke lingkungan sekitar kita.
Local Wisdom pada
Kampus
Kebetulan penulis
sedang menyelesaikan kuliah S2 dibidang Magister Manajemen. Perkuliahan S2
sangat berbeda dengan perkuliahan di S1 dimana setiap mahasiswa dituntut untuk
mengembangkan analisisnya sendiri dan mempresentasikannya berdasarkan studi
kasus yang terjadi secara nyata di kehidupan bisnis kemudian akan mendapat
masukan-masukan dan sanggahan dari semua orang yang berada di dalam kelas itu.
Akan tampak seperti sebuah kolaborasi ide yang akhirnya menghasilkan ide-ide baru
yang sangat luar biasa. Yang penulis sayangkan beberapa studi kasus yang
dibahas dalam kelas sebagian besar membahas kasus-kasus yang terjadi “di luar
sana.” Padahal banyak perusahaan-perusahaan asal Indonesia yang sangat menarik
untuk ditelaah dan dijadikan studi kasus. Kebanyakan studi kasus yang dibahas
berasal dari Harvard Business Review,
MIT Sloan Management Review atau artikel-artikel
dari kampus-kampus luar negeri lainnya. Di sisi lain semakin sering
produk-produk luar negeri dibahas dalam bangku kuliah semakin melekat brand awarness produk asing tersebut di
benak kita.
Sangat baik
untuk membedah kasus di perusahaan lokal yang menciptakan produk-produk lokal. Dengan
melakukan hal ini akan banyak memberikan pengaruh positif terhadap
produk-produk kita. Paling tidak meningkatkan pengenalan kita terhadap
produk-produk lokal dan di sisi lain membantu manajemen perusahaan-perusahaan
lokal dalam mengatasi permasalahan bisnis mereka. Kenapa bisa demikian? Karena
dalam pembahasan di dunia kampus banyak ide-ide segar yang mengalir ke
manajemen. Ide-ide yang mungkin tidak terpikirkan selama ini oleh pihak
manajemen perusahaan sendiri.
Penulis
jadi ingat mengenai tulisan Pak Dahlan Iskan di blognya yang berjudul “Bisakah
Merpati Hidup Lagi ?” Dimana saat itu Dahlan Iskan yang menjabat sebagai
menteri BUMN menggelar rapat dengan jajaran direksi, komisaris dan seluruh
manajer senior maskapai penerbangan tersebut untuk membahas bagaimana agar
Merpati bisa hidup kembali. Tidak ada struktural dalam rapat ini semua peserta
rapat dapat memberikan ide terbaiknya. Dahlan Iskan yakin banyak ide bagus
justru datang dari orang bawah yang langsung bekerja di lapangan bukan
konseptor yang bekerja di belakang meja. Meskipun akhirnya harus diiming-imingi
sebuah mobil avanza untuk mendatangkan ide yang bagus. Tetapi akhirnya rapat
ditutup dengan banyak sekali bermunculan ide-ide yang diharapkan dapat
mengembalikan jiwa Merpati.
Strategi
Kembali ke
kampus - Beberapa strategi dapat digunakan untuk meningkatkan studi kasus pada
produk lokal antara lain dengan memperbanyak workshop atau seminar yang dapat
menjadi sarana efektif penghubung antara pihak perusahaan dan pihak kampus.
Kegiatan ini dapat berfungsi untuk menggali permasalahan dan untuk mengetahui
apakah sebuah ide atau masukan bisa direalisasikan juga memberikan pengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Implikasi baiknya mahasiswa akan bangga idenya diterima
oleh perusahaan dan kemungkinan akan merekrut sang mahasiswa untuk
merealisasikan ide tersebut.
Strategi
kedua adalah memperbanyak buku dan artikel dalam bahasa indonesia, tidak hanya
melakukan penterjemahan buku-buku luar negeri tetapi juga memberikan contoh-contoh
kasus yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan dan produk-produk Indonesia.
Resistensi
Akan adanya
resistensi dari pihak manajemen yang tidak ingin data-data perusahaannya atau
strategi perusahaannya terbongkar keluar atau malah menjadi bahan diskusi.
Tetapi di dunia web 2.0 saat ini dimana kolaborasi ide dapat memunculkan
strategi yang luar biasa, sifat ini sudah kuno. Teknik kolaborasi tidak hanya
berguna pada saat pengumpulan materi yang berhubungan dengan artikel-artikel di
wikipedia atau tulisan-tulisan blogger yang digabungkan dalam blog wordpress
tetapi lebih dari itu, kolaborasi dapat berupa ide strategis perusahaan, produk
baru, efisiensi dalam operasi atau cara untuk mengembangkan usaha.
Kedua, akan
terdapat resistensi dari perusahaan-perusahaan yang memang tidak mau berubah
meskipun ada strategi bagus untuk kearah yang lebih baik. Sebagian besar adalah
perusahaan pemerintah yang dukungan dananya memang didukung oleh pemerintah.
Meskipun merugi dari tahun-ketahun pihak internal manajemen mungkin tidak mau
menerima ide-ide yang dapat merubah kerugian menjadi profit. Di sisi lain
perusahaan yang tumbuh dari jiwa entrepreneurship akan sering sekali berubah
menyesuaikan kondisi pasar. Entrepreneur membuka mata dan telinganya
lebar-lebar untuk masukan-masukan dari luar yang dapat meningkatkan profitnya
secara eksponensial.
Ketiga, ada sekelompok orang yang tidak bermasalah dengan berjibunnya produk-produk impor. Kita sebagai negara yang kebanyakan penduduknya bersifat konsumtif dapat secara serta merta langsung menggunakan produk tersebut tidak perlu memikirkan dalam-dalam untuk bagaimana membuat produk, melakukan kegiatan marketing, mendistribusikan, memasarkannya dan terus melakukan inovasi. Hal tersebut benar apabila tingkat pengangguran di Indonesia sudah 0% atau semua penduduk Indonesia sudah diatas garis kemiskinan dan dapat menghidupi dirinya tanpa bekerja. Kenyataannya yang terjadi tidak demikian. Sebenarnya berusaha, berbisnis dan melakukan investasi meningkatkan perekenomian dan juga membuka lapangan pekerjaan, membantu mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Implementasi
Ide
hanyalah sebuah ide jika tidak dilakukan. Kita mengetahui problem lain adalah
belum adanya orang-orang yang fokus terhadap hal ini. Sehingga artikel-artikel
yang digunakan untuk bahan diskusi dalam kampus pun belum tersedia lengkap.
Mari kita mulai tujuan besar untuk meningkatkan brand awarness produk lokal dari langkah kecil yang dimulai dari
lingkungan kita sendiri, lingkungan kampus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar