Media Indonesia, Kamis, 04 Oktober 2012 00:01 WIB
Kerugian akibat tutupnya pabrik yang ditinggal aksi para buruh seharian, kemarin, mencapai triliunan rupiah.
RATUSAN ribu buruh di sejumlah daerah di Tanah Air kembali turun ke jalan, kemarin. Mereka menuntut adanya aturan yang menjamin kehidupan layak dan kesejahteraan bagi buruh.
Itu merupakan aksi buruh besar-besaran kedua kalinya dalam kurun delapan bulan terakhir. Aksi serentak sebelumnya digelar pada 1 Mei 2012 lalu saat peringatan Hari Buruh Sedunia.
Ekonom Didik J Rachbini melihat aksi buruh tersebut menunjukkan seriusnya masalah perburuhan di Indonesia. Dia mendesak pemerintah segera membersihkan biaya siluman untuk perusahaan yang menjadi akar persoalan kesejahteraan buruh sulit diwujudkan.
"Tuntutan buruh mengenai perbaikan kesejahteraan tersandera pemerintah yang menciptakan birokrasi berbelit-belit dan iklim usaha penuh biaya siluman," tutur Didik saat dihubungi, kemarin.
Rantai birokrasi berbelit dan besarnya biaya siluman menjadikan pengusaha harus merogoh kocek lebih mahal untuk menjalankan bisnis. Akibatnya, tukas Didik, perusahaan tidak dapat membayar pekerjanya dengan upah lebih layak.
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia itu mengatakan hasil penelitian LP3E Kadin menunjukkan besarnya biaya siluman mencapai 20%-30% dari total ongkos produksi. "Kalau itu dihilangkan, upah bisa naik dua kali lipat.
Jadi, selain birokrasinya menghabiskan APBN yang besar, pemerintah juga bikin ekonomi biaya tinggi." Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi membenarkan pernyataan Didik. Menurut Sofjan, iklim usaha yang penuh ketidakpastian dan ekonomi biaya tinggi telah merusak sendi-sendi ekonomi nasional.
Terkait dengan tuntutan penghapusan sistem kerja alih daya (outsourcing), Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan bakal mengeluarkan peraturan menteri yang mengatur hubungan kerja langsung antara pekerja dan pengusaha tanpa perantara. Hal itu mengakibatkan penghentian perusahaan alih daya bisa dilakukan dalam waktu sedikitnya enam bulan sejak peraturan menteri tersebut ditetapkan.
"Kita butuh masa transisi. Butuh waktu paling tidak enam bulan atau satu tahun. Peraturan menteri ini baru selesai pekan ini," kata Muhaimin.
Triliunan rupiah
Para buruh dari berbagai serikat pekerja dan beragam aliansi dalam demonstrasi kemarin menuntut dihapuskannya sistem kerja alih daya, kenaikan upah minimum agar sesuai dengan kebutuhan hidup layak 2012, dan adanya kepastian jaminan kesehatan.
Akibat aksi tersebut, sejumlah ruas jalan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Karawang, Sidoarjo, Mojokerto, Bandung, Medan, dan sejumlah wilayah lainnya tidak bisa dilalui untuk beberapa jam. Ratusan pabrik pun tutup.
Kerugian akibat mogok kerja buruh selama sehari, kemarin, diperkirakan mencapai triliunan rupiah. "Setahun omzet industri makanan dan minuman, misalnya, sekitar Rp700 triliun. Kalau semuanya mogok, dibagi 365 hari saja, bisa Rp2 triliun," ujar Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Yusuf Hadi di Jakarta, kemarin.
Ketua Hubungan Industrial Dewan Pengurus Kota Asosiasi Pengusaha Indonesia Jakarta Timur Bambang Adam menambahkan, kerugian akibat mogok buruh di Kawasan Industri Pulo Gadung (KIP), Jakarta, mencapai sekitar Rp400 miliar. "Terdapat 373 industri skala menengah ke atas yang tidak berproduksi di KIP. Kerugian rata-rata perusahaan sekitar Rp1 miliar. Kalau dikalikan, kira-kira hampir Rp400 miliar kerugiannya." (Bug/Ssr/SM/KG/Wta/*/X-7)
Gayatri Soeroyo, gayatri@mediaindonesia.com
Pertanyaan:
- Mengapa persoalan Ekonomi Biaya Tinggi menurunkan daya-saing ekonomi nasional secara keseluruhan. Apakah yang dapat dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan kalangan bisnis untuk memecahkan masalah ini. Apakah alternatif tindakan kolektif diantara pelaku bisnis yang dapat menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan mencegah KKN (kolusi, korupsi, nepotisme) dengan para pejabat pemerintah?
- Persaingan bisnis yang kurang sehat di suatu negara dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakatnya. Dan inilah yang menyebabkan definisi overhead cost dalam bisnis yang seringkali kabur. Menurut Anda, untuk terciptanya sistem persaingan yang sehat, apa saja komponen overhead cost yang dapat diperbolehkan dan mana yang tidak? Jelaskan dengan contoh-contoh konkret. Kasus perusahaan tertentu dapat diangkat untuk menjawab pertanyaan ini.
Analisa Pertanyaan
Tidak
Adil Bagi Para Pengusaha
Sebelum membahas lebih
lanjut mengenai persoalan ekonomi biaya tinggi yang menjadi salah satu alasan
buruh untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) mari kita lihat beberapa
dampak kenaikan UMP bagi perusahaan. Sebanyak 1312 Perusahaan mengajukan
penundaan upah minimum pada tahun 2013 menurut tulisan yang dimuat oleh Harian Kompas,
Sabtu, 22 Desember 2013. Para pengusaha yang mempekerjakan 975.328 buruh ini
kewalahan menghadapi kenaikan drastis upah minimum provinsi (UMP). Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) yang diwakilkan oleh ketua Apindo Sofjan Wanandi
menyampaikan pada wawancaranya bahwa pemerintah harus memberikan jalan keluar
kalau tidak satu juta orang akan terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam
pembicaraan selanjutnya pemerintah diminta untuk memperhatikan peranan industri
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta sepatu yang padat karya. Industri TPT
menghasilkan devisa senilai 13 miliar dollar AS (Rp 125,4 trilliun) dan sepatu
3,8 miliar dollar AS (Rp 36,6 trlliun).
Bagi pengusaha kecil
dan mikro upah buruh sebesar 2,2 juta adalah sangat berat. Menurut beberapa
pengusaha terlalu jauh jarak kenaikannya dari UMP 2012. Beberapa pengusaha menyarankan
seharusnya kenaikan upah UMP bisa dilakukan juga secara bertahap paling tidak
menyentuh angka 2 juta terlebih dahulu sebelum menyentuh angka 2,2 juta.
Dalam sebuah sesi
kuliah yang diampu oleh Prof. Dr. Jogiyanto Hartono, MBA., Akt mengatakan bahwa
setiap keputusan pemerintah seharusnya tidak hanya mendukung konsumen atau
buruh tetapi juga melindungi pengusaha itu sendiri. Kalau tidak akan sama
seperti yang dihadapi oleh industri telekomunikasi seluler saat ini dimana
pemerintah menekan agar biaya komunikasi di konsumen menjadi murah tetapi tidak
diddukung dengan strategi yang melindungi para pengusaha akibatnya banyak
produk-produk seluler yang dulu sangat digembar-gemborkan menjadi tidak terdengar
gaungnya saat ini contohnya seperti Telkom Flexi, Indosat StarOne dan Esia. Ini
adalah akibat karena pemerintah tidak melindungi para pengusahanya.
Ekonomi
Biaya Tinggi, Siapakah yang harus bertanggungjawab?
Pihak buruh mungkin
dapat menekan perusahaan dan pemerintah untuk menaikkan upah buruh, di sisi
lain para pengusaha tidak dapat menekan biaya siluman yang terkadang dilakukan
oleh oknum-oknum pemerintah itu sendiri. Akibatnya ongkos produksi perusahaan
menjadi naik dan harga barang produksi pun menjadi naik. Banyak pengusaha yang
tidak dapat bersaing pun akhirnya gulung tikar atau memindahkan pabriknya
keluar negeri. Kalau sampai ini terjadi pemerintah dan pihak buruh sendiri yang
akhirnya akan mengalami kerugian. Di satu sisi buruh melangami kerugian karena
kehilangan pekerjaan dan di sisi lain pemerintah juga kehilangan pendapatan
daerah dari pajak hasil usaha.
Toh apabila memang
benar banyaknya biaya siluman untuk ongkos produksi pihak siapakah yang bisa
menekan biaya siluman ini? Apakah perusahaan? Tentu saja yang bertanggung jawab
adalah pemerintah itu sendiri. Tetapi dalam kasus ini yang mengalami kerugian
besar adalah para pengusaha. Pertama mengalami kerugian karena aktivitas
produksi yang berhenti selama berlagsungnya demo dan kedua adalah peningkatan
biaya upah yang tidak diringi dengan kebijakan yang dapat menurunkan biaya
siluman-siluman tadi.
Upaya
pencegahan Korupsi
Beberapa upaya sudah
dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya transaksi korupsi antara
pengusaha dengan pejabat pemerintahan. Salah satunya adalah adanya LPSE LKPP
(Layanan Pengadaan Secara Elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah). LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I)
untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik
serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan
barang/jasa secara elektronik.
Pengadaan barang/jasa secara
elektronik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses
pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses
pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses
informasi yang real time guna mewujudkan clean
and good government dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Layanan yang tersedia
dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik saat ini adalah e-tendering yang
ketentuan teknis operasionalnya diatur dengan Peraturan Kepala LKPP Nomor 1
Tahun 2011 tentang Tata Cara E-Tendering. Selain itu LKPP juga menyediakan
fasilitas Katalog Elektronik (e-Catalogue) yang merupakan sistem informasi
elektronik yang memuat daftar,jenis, spesifikasi teknis dan harga barang
tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah, proses audit secara
online (e-Audit), dan tata cara pembelian barang/jasa melalui katalog
elektronik (e-Purchasing)[1].
Tetapi ada kelemahan
pada sistem pelelangan secara elektronik ini yaitu poin utama yang menjadi
pemenangan tender hanya dilihat dari sisi harga dan bagaimana
perusahaan-perusahaan penyedia menyaipakan dokumen secara lengkap. Tetapi sulit
untuk mengukur kapabilitas penyedia barang atau jasa. Sistem ini dimaksudkan
untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali bertemunya antara pemilik
proyek dan pelaksana proyek. Sedang kapabilitas kadang-kadang membutuhkan
adanya saling komunikasi antara pemilik proyek dengan pelaksana proyek.
Langkah kedua adalah
mengadakan kemudahan dan transparansi dalam pengurusan-pengurusan dokumen yang
berhubungan dengan usaha atau bisnis. Indikator Ease Of Doing Business yang diteliti oleh World Bank dapat menjadi
salah satu indikator pemerintah dalam mengupayakan transparansi untuk mencegah
terjadinya korupsi. Sebelas faktor dalam Ease
of Doing Business adalah (1) memulai bisnis, (2) berurusan dengan izin
konstruksi, (3) mendapatkan listrik, (4) pendaftaran properti, (5) mendapatkan
kredit, (6) perlindungan investasi, (7) pembayaran pajak, (8) perdagangan
lintas negara, (9) penegakkan kontrak, (10) penyelesaian kebangkrutan dan (11)
mempekerjakan karyawan. Penelitian ini dilakukan di 185 negara mulai dari
Afghanistan sampai Zimbabwe. Indonesia secara global menduduki peringkat 130
pada tahun 2013 dan menduduki peringkat 128 pada tahun 2012.
Dengan adanya reformasi
untuk menaikkan peringkat di indikator ini maka pemerintah secara langsung akan
menurunkan adanya transaksi korupsi antara pejabat pemerintah dengan pengusaha.
Kenapa? Karena dalam indikator ini yang diukur salah satunya adalah seberapa
cepat pengurusan dokumen dapat terselesaikan. Dengan sistem IT yang transparan
pengurusan dokumen sebenarnya dapat diselesaikan dengan cepat tanpa perlu
terjadinya hubungan antara pihak pengusaha dengan pihak pemerintah. Yang
seringkali mempercepat waktu pengerjaan dokumen menjadi salah satu alasan oknum
pemerintahan untuk meminta uang suap.
Overhead
Cost
Yang perlu dipahami
disini sebenarnya adalah definisi dari overhead
cost. Overhead cost sendiri
sebenarnya adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan diluar upah
kerja pegawai, biaya material dan pengeluaran lainnya yang langsung berhubungan
dengan produksi barang atau jasa perusahaan tersebut. Sebagai contoh adalah
perusahaan kecil-kecilan yang saya lakukan (PT Floatway Systems – www.floatway.com)
overhead cost yang harus kami keluarkan
adalah fee marketing, biaya sewa kantor, tagihan listrik, tagihan internet dan
tagihan telepon. Kenapa biaya sewa kantor, tagihan listrik, tagihan internet
dan tagihan telepon termasuk dalam overhead
cost dan bukan termasuk dalam direct
cost antara lain disebabkan karena ada lebih dari satu bidang usaha
dalam perusahaan kami sehingga sulit
apabila biaya-biaya tersebut dimasukkan ke dalam direct cost meskipun dapat saja dilakukan dengan perhitungan yang
lebih rumit.
Dalam hal yang
berhubungan dengan korupsi banyak oknum-oknum pemrintahan yang istilahnya
meminta jatah kepada pengusaha agar usahanya dilancarkan. Inilah overhead cost yang sebenarnya tidak
diperbolehkan. Di sisi lain ada overhead
cost yang berupa fee marketing bagi orang-orang yang menginformasikan
channel ke perusahaan kita atau mengenalkan produk kita ke relasinya yang
membutuhkan, tentu saja overhead cost
seperti ini diperbolehkan dan sangat dianjurkan untuk memperbesar market share
dari perusahaan tersebut. Meskipun pada saat tender para pengusaha harus
melalui dengan prosedur yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar