Hubungan
Perdagangan dan Politik Indonesia-China
Interaksi antara nenek
moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak
2000 tahun lalu. Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah
bedug yang hanya digunakan oleh masjid-masjid di Indonesia.
Pada masa Moh. Hatta
menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China yaitu
pada tanggal 15 Januari 1950. Lalu pada
tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold Monoutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke
Beijing, China.
Pada awal tahun 1960-an
tercipta poros Jakarta-Peking. Dan akibatnya neraca perdagangan kedua negara
meningkat pesat pada tahun 1963. Namun, hubungan baik ini terputus akibat
terjadinya kudeta "Gerakan 30 September." Hubungan baik RI-China berakhir
dengan pembekuan hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967.
China terus berupaya
memperbaiki hubungannya dengan Indonesia. Pada tahun 1985 hubungan dagang
antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik tahun 1988 menunjukkan
peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua negara, sekitar tiga kali
lipat dibandingkan tahun 1985.
Setelah keruntuhan
Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka, etnis China di Indonesia
mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik, antara lain dengan
dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus kategorisasi
"pribumi" dan "non Pribumi" (1998), penghapusan larangan
penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan
diskriminasi (1999), penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan
dengan agama, kepercayaan dan tradisi China (2000), dan penetapan perayaan
Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia.
Dibawah Presiden
Abdurrahman Wahid (1999-2001) disepakati adanya kerja sama keuangan, teknologi,
perikanan, promosi kunjungan wisata, serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan
menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China.
Perdagangan bilateral
Indonesia meningkat dari $2 miliar pada tahun 1992, $8 miliar pada tahun 2002
dan menjadi $49 miliar pada tahun 2011. Investasi China juga meningkat dari
$282 juta pada tahun 1999 menjadi 6,8 miliar pada tahun 2003.
Dari sisi pandang
China, Indonesia kini masuk pada peringkat ke-17, sebagai negara penerima
ekspor. Sedangkan dari kacamata pembuat kebijakan Indonesia, populasi penduduk
China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu
digali.
Membanjirnya
Produk China di Indonesia
Kerjasama perdagangan
antara China dan Indonesia sudah dibuka lebar-lebar bisa kita lihat dari membanjirnya
produk-produk China di Indonesia mulai dari peralatan rumah tangga, mainan
anak-anak, komputer (merk Lenovo) dan aksesorisnya, handphone dan perangkat
telekomunikasi (merk Huawei dan merk ZTE), pakaian sampai pesawat terbang.
Bagaimana
dengan ekspor Indonesia ke China ?
Dari pernyataan oleh
Wakil Presiden periode 2004-2009, M. Jusuf Kalla yang dikutip dari Antara News
mengatakan bahwa Indonesia memerlukan produk dan investasi dari China, dan
sebaliknya China memerlukan banyak sumber daya alam Indonesia. Beliau juga
melanjutkan bahwa Indonesia tidak boleh lagi mengekspor bahan baku ke negara
manapun, termasuk China, agar produk yang diekspor memiliki nilai tambah dan
mampu meningkatkan perekonomian Indonesia.
China hendaknya juga
menghargai kebijakan Indonesia dengan membeli produk-produk Indonesia dengan
harga yang pantas sesuai produk yang dihasilkan. Jika Indonesia hanya menjual
bahan baku, maka sumber daya alam akan terkuras habis tanpa nilai tambah yang
memadai, dan harga beli pun akan rendah. Nilai ekonomi pun tidak dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Jumlah
perdagangan antara Indonesia dengan China semakin tahun semakin meningkat dan terdapat
gap antara expor yang dilakukan oleh China dan expor yang dilakukan oleh negara
Indonesia. Tahun 2007 Indonesia lebih banyak melakukan expor daripada impor.
Tetapi empat tahun setelahnya impor kita terus menerus lebih besar daripada
impor China terhadap Indonesia.
Persentase ekspor Indonesia paling besar adalah
minyak, hasil tambang dan mineral (16,94 %). Sedangkan persentase impor Indonesia
terbesar adalah mesin-mesin (18,09 %) dan peralatan elektronik (13,34 %).
Indonesia banyak menukar kekayaan sumber
daya alamnya yang tidak dapat diperbaharui itu dengan mesin-mesin hasil
kekayaan intelektual luar negeri. Singkat kata Indonesia menjual bahan-bahan
mentah yang tidak memiliki nilai tambah sedangkan negara-negara luar menjual
produk-produk bernilai tambah tinggi ke Indonesia dengan menggunakan bahan
dasar dan energi dari kekayaan alam Indonesia.
Strategi
Mass Customization
Tidak semua
produk-produk dari luar negeri cocok dengan kebutuhan customer di Indonesia.
Terutama produk-produk yang berhubungan dengan mesin-mesin industri. Di sinilah
strategi bisnis untuk memperkuat produk-produk lokal Indonesia. Produk-produk
luar negeri juga dapat dikustomisasikan dengan kebutuhan customer dalam negeri
tetapi produsen-produsen lokal memiliki kekuatan dari segi jarak dan kesempatan
berkomunikasi. Dalam binis B2B yang melibatkan sebuah perusahaan dengan
perusahaan lainnya komunikasi adalah hal yang utama untuk memperlancar proses. Kelebihan
itulah yang seharusnya terus dikembangkan.
Mass
Customization tidak hanya berlaku untuk mesin-mesin
yang dibutuhkan di dunia industri. Banyak produsen barang komoditas yang
menerapkan strategi mass customization
antara lain jeans, make up, baju dan salah satunya adalah sepatu Nike. Dengan
NIKEiD kita bisa memilih sendiri warna, bahan, performa sepatu bahkan
mencantumkan nama id kita sendiri. Sayangnya Nike bukanlah produk lokal kita
sendiri, tapi ini adalah contoh bagus penerapan ide untuk membendung
membanjirnya produk-produk dari China yang berdatangan dengan jumlah massal dan
langsung memenuhi pasar-pasar tradisional kita.
Kesimpulan
Meskipun keran
perdagangan dengan China sudah dibuka selebar-lebarnya oleh pemerintah dan
produk-produk China sudah membanjiri pasar Indonesia, produk lokal Indonesia
tetap dapat bertahan dengan strategi mass
customizaton. Strategi mass
customization tidak hanya diperuntukkan bagi-bagi industri yang memerlukan
mesin-mesin atau peralatan tertentu tetapi juga bagi barang-barang komoditas
yang digunakan oleh banyak orang. Mass
customization sangat trend saat ini mengingat lifestyle dari perilaku orang-orang saat ini yang menginginkan
perbedaan dibandingkan orang lain salah satunya dari pakaian yang dikenakannya.
Referensi
- USU (Universitas Sumatera Utara) Institutional Repository : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28523/3/Chapter%20II.pdf
- http://www.antaranews.com/berita/332599/indonesia-china-harus-saling-dukung
- www.kemendag.go.id
- store.nike.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar