Kamis, 22 Agustus 2013

GBE International Political Environment : Strategi Mass Customization Untuk Menghadapi Persaingan Membanjirnya Produk China



Hubungan Perdagangan dan Politik Indonesia-China

Interaksi antara nenek moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun lalu. Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang hanya digunakan oleh masjid-masjid di Indonesia.

Pada masa Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China yaitu pada tanggal 15 Januari 1950.  Lalu pada tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold Monoutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke Beijing, China.

Pada awal tahun 1960-an tercipta poros Jakarta-Peking. Dan akibatnya neraca perdagangan kedua negara meningkat pesat pada tahun 1963. Namun, hubungan baik ini terputus akibat terjadinya kudeta "Gerakan 30 September." Hubungan baik RI-China berakhir dengan pembekuan hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967.

China terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan Indonesia. Pada tahun 1985 hubungan dagang antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik tahun 1988 menunjukkan peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua negara, sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985.

Setelah keruntuhan Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka, etnis China di Indonesia mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik, antara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus kategorisasi "pribumi" dan "non Pribumi" (1998), penghapusan larangan penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan diskriminasi (1999), penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan dengan agama, kepercayaan dan tradisi China (2000), dan penetapan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia. 

Dibawah Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001) disepakati adanya kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata, serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China.

Perdagangan bilateral Indonesia meningkat dari $2 miliar pada tahun 1992, $8 miliar pada tahun 2002 dan menjadi $49 miliar pada tahun 2011. Investasi China juga meningkat dari $282 juta pada tahun 1999 menjadi 6,8 miliar pada tahun 2003.

Dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor. Sedangkan dari kacamata pembuat kebijakan Indonesia, populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu digali.

Membanjirnya Produk China di Indonesia

Kerjasama perdagangan antara China dan Indonesia sudah dibuka lebar-lebar bisa kita lihat dari membanjirnya produk-produk China di Indonesia mulai dari peralatan rumah tangga, mainan anak-anak, komputer (merk Lenovo) dan aksesorisnya, handphone dan perangkat telekomunikasi (merk Huawei dan merk ZTE), pakaian sampai pesawat terbang.

Bagaimana dengan ekspor Indonesia ke China ? 

Dari pernyataan oleh Wakil Presiden periode 2004-2009, M. Jusuf Kalla yang dikutip dari Antara News mengatakan bahwa Indonesia memerlukan produk dan investasi dari China, dan sebaliknya China memerlukan banyak sumber daya alam Indonesia. Beliau juga melanjutkan bahwa Indonesia tidak boleh lagi mengekspor bahan baku ke negara manapun, termasuk China, agar produk yang diekspor memiliki nilai tambah dan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia.

China hendaknya juga menghargai kebijakan Indonesia dengan membeli produk-produk Indonesia dengan harga yang pantas sesuai produk yang dihasilkan. Jika Indonesia hanya menjual bahan baku, maka sumber daya alam akan terkuras habis tanpa nilai tambah yang memadai, dan harga beli pun akan rendah. Nilai ekonomi pun tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

Jumlah perdagangan antara Indonesia dengan China semakin tahun semakin meningkat dan terdapat gap antara expor yang dilakukan oleh China dan expor yang dilakukan oleh negara Indonesia. Tahun 2007 Indonesia lebih banyak melakukan expor daripada impor. Tetapi empat tahun setelahnya impor kita terus menerus lebih besar daripada impor China terhadap Indonesia.



Persentase ekspor Indonesia paling besar adalah minyak, hasil tambang dan mineral (16,94 %). Sedangkan persentase impor Indonesia terbesar adalah mesin-mesin (18,09 %) dan peralatan elektronik (13,34 %). 

Indonesia banyak menukar kekayaan sumber daya alamnya yang tidak dapat diperbaharui itu dengan mesin-mesin hasil kekayaan intelektual luar negeri. Singkat kata Indonesia menjual bahan-bahan mentah yang tidak memiliki nilai tambah sedangkan negara-negara luar menjual produk-produk bernilai tambah tinggi ke Indonesia dengan menggunakan bahan dasar dan energi dari kekayaan alam Indonesia.

Strategi Mass Customization
 
Tidak semua produk-produk dari luar negeri cocok dengan kebutuhan customer di Indonesia. Terutama produk-produk yang berhubungan dengan mesin-mesin industri. Di sinilah strategi bisnis untuk memperkuat produk-produk lokal Indonesia. Produk-produk luar negeri juga dapat dikustomisasikan dengan kebutuhan customer dalam negeri tetapi produsen-produsen lokal memiliki kekuatan dari segi jarak dan kesempatan berkomunikasi. Dalam binis B2B yang melibatkan sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya komunikasi adalah hal yang utama untuk memperlancar proses. Kelebihan itulah yang seharusnya terus dikembangkan.





Mass Customization tidak hanya berlaku untuk mesin-mesin yang dibutuhkan di dunia industri. Banyak produsen barang komoditas yang menerapkan strategi mass customization antara lain jeans, make up, baju dan salah satunya adalah sepatu Nike. Dengan NIKEiD kita bisa memilih sendiri warna, bahan, performa sepatu bahkan mencantumkan nama id kita sendiri. Sayangnya Nike bukanlah produk lokal kita sendiri, tapi ini adalah contoh bagus penerapan ide untuk membendung membanjirnya produk-produk dari China yang berdatangan dengan jumlah massal dan langsung memenuhi pasar-pasar tradisional kita.

Kesimpulan

Meskipun keran perdagangan dengan China sudah dibuka selebar-lebarnya oleh pemerintah dan produk-produk China sudah membanjiri pasar Indonesia, produk lokal Indonesia tetap dapat bertahan dengan strategi mass customizaton. Strategi mass customization tidak hanya diperuntukkan bagi-bagi industri yang memerlukan mesin-mesin atau peralatan tertentu tetapi juga bagi barang-barang komoditas yang digunakan oleh banyak orang. Mass customization sangat trend saat ini mengingat lifestyle dari perilaku orang-orang saat ini yang menginginkan perbedaan dibandingkan orang lain salah satunya dari pakaian yang dikenakannya.  

Referensi


Tidak ada komentar: