Sabtu, 24 Agustus 2013

GBE Economic Development : Analisis Indikator Ease of Doing Business Sebagai Indikator Perkembangan Entrepreneurship di Indonesia



Topik


Economic Development, Ease of Doing Business, Entrepreneurship


Pendahuluan


Banyak Indikator yang dapat digunakan sebagai indikator pembangunan ekonomi Indonesia yaitu indikator moneter antara lain pendapatan riil/kapita, Net Economic Welfare dan indikator non moneter antara lain kesehatan, pendidikan, perumahan, konsumsi, fasilitas telekomunikasi dsb. Selain itu terdapat juga indikator campuran contohnya Indeks Pembangunan Manusia (HDI) yang terdiri dari kesehatan (life expectancy), tingkat melek huruf (literacy rate), dan tingkat pendapatan per kapita (consumption).

Bagaimana dengan jumlah entrepreneur? Ternyata jumlah entrepreneur dapat digunakan sebagai pembangunan ekonomi Indonesia


Dalam artikel yang ditulis oleh bisnis Indonesia jumlah entrepreneur melonjak tajam dari 0,18 % pada tahun 2009 menjadi 1,56% pada Januari 2012. Pertumbuhan 1,56% tersebut adalah hasil hitung-hitungan dari Deputi bidang Pengkajian Kemenkop dan UKM berdasarkan data dan kriteria yang ditetapkan oleh BPS. Pemerintah mentargetkan Indonesia mencapai 2% entrepreneur pada tahun 2014. Dimana angka 2% entrepreneur dapat dikatakan sebagai batas suatu negara disebut negara maju.


Akan tetapi indonesia masih tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti China dan Jepang dengan jumlah entrepreneurship 10% dari total populasi. Malaysia 5% dan Singapura 7%. Terlebih lagi Amerika, lebih dari 12% penduduknya menjadi entrepreneur. 


Di sisi lain terdapat indikator lain yang dapat digunakan sebagai indikator pembangunan ekonomi Indonesia yaitu Ease of Doing Business, penelitian yang dilakukan oleh World Bank. Dari sudut pandang penulis indikator Ease of Doing Business berhubungan dengan jumlah entrepreneur di Indonesia. Semakin bagus indikator Ease of Doing Business maka jumlah entrepreneur akan meningkat dan sebaliknya semakin jelek indikator Ease of Doing Business maka semakin sulit bagi Entrepreneur untuk menjalankan bisnisnya.

Apa saja faktor-faktor yang terdapat dalam Ease of Doing Business dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mengindikasikan perkembangan perekonomian di Indonesia, mempengaruhi perkembangan entrepreneurship dan bagaimana rangking negara Indonesia dibandingkan negara-negara lainnya akan dijelaskan pada bab berikutnya.


Analisis


Sebelas faktor dalam Ease of Doing Business adalah (1) memulai bisnis, (2) berurusan dengan izin konstruksi, (3) mendapatkan listrik, (4) pendaftaran properti, (5) mendapatkan kredit, (6) perlindungan investasi, (7) pembayaran pajak, (8) perdagangan lintas negara, (9) penegakkan kontrak, (10) penyelesaian kebangkrutan dan (11) mempekerjakan karyawan. Penelitian ini dilakukan di 185 negara mulai dari Afghanistan sampai Zimbabwe. Indonesia secara global menduduki peringkat 130 pada tahun 2013 dan menduduki peringkat 128 pada tahun 2012. 




Pada file dibawah ini akan menjelaskan peringkat negara Indonesia di Indikator Ease of Doing Business dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dan negara China. Dibandingkan dengan negara Malaysia, Indonesia masih tertinggal jauh. Ini membuktikan birokrasi di Indonesia masih terlalu rumit untuk mendukung munculnya usaha-usaha baru. Dan jelas jumlah persentase entrepreneur di Malaysia lebih besar dari jumlah persentase entrepreneur di Indonesia.

Kesimpulan



Berikut beberapa sebab mengapa entrepreneur dapat menjadi tolak ukur kemajuan ekonomi suatu negara :  

  1. Entrepreneurship sangat penting karena dia mengangkut daya kreativitas dan daya juang. Seorang entrepreneur akan berjuang dengan seluruh tenaga, pikiran, waktu dan modal yang ia memiliki untuk sukses dalam berusaha. Semakin banyak entrepreneur yang sustainable profit maka secara kolaboratif akan mendorong perekonomian negara untuk maju.
  2. Entrepreneurship membuka lapangan pekerjaan. Dari buku ‘Chairul Tanjung Si Anak Singkong’ diceritakan bahwa Chairul Tanjung Corporation yang membawahi Trans TV, Trans 7, Bank Mega, Trans Studio dan juga Carrefour memiliki 75.000 karyawan. Dalam lima tahun ke depan paling tidak kebutuhan karyawan untuk CT Corp sampai 150.000 orang. Andaikan bangsa Indonesia memiliki 1000 orang seperti Chairul Tanjung maka akan mampu memberikan lapangan kerja kepada 150 juta orang dan pada saat itu penggangguran di Indonesia dapat teratasi.
  3. Bermunculan ekonomi algomerasi baru dari perusahaan startup yang didirikan oleh seorang entrepreneur. Analoginya adalah seperti ini : Kota Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh ekonominya dan bertambah jumlah penduduknya dikarenakan kegiatan ekonomi yang berlangsung di kota tersebut. Sama halnya seperti sebuah startup (perusahaan baru) yang didirikan oleh entrepreneur. Ada kegiatan ekonomi disana. Bagaimana kecilnya sebuah startup dia akan membutuhkan startup-startup lain untuk membantunya mensukseskan usaha. Semakin besar jumlahnya semakin bagus. Itulah ekonomi aglomerasi sebuah kolaborasi yang tidak disadari menumbuhkan perekonomian suatu negara.


Di sisi mikro banyak sekali pengusaha-pengusaha sukses yang menceritakan kisah suksesnya agar dapat ditiru dan memotivasi generasi muda untuk berkembang dengan entrepreneurship sebut saja Sandiaga Uno, Chairul Tanjung, Purdie Chandra dll. Di sisi makro masih banyak yang perlu dibenahi oleh pemerintah. Ease of Doing Business memberikan pemaparan indikator yang bagus sekali. Rangking yang begitu rendah bagi bangsa Indonesia adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Bahkan rangking Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia begitu jauh bedanya. Kombinasi dorongan dari sisi mikro dan pembenahan birokrasi di sisi makro akan memberikan efek yang luar biasa pada bertumbuhnya entrepreneurship dan perkembangan ekonomi di Indonesia.



Daftar Pustaka

  1. Wardhana, Lingga & Makodian, Nuraksa. 2010. TECHNOPRENEUR. Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia : Jakarta.
  2. Diredja, Tjahja Gunawan. 2012. Chairul Tanjung Si Anak Singkong. Penerbit Buku Kompas : Jakarta
  3. http://www.doingbusiness.org

Tidak ada komentar: